image05 image06 image07

300x250 AD TOP

Feature Artikel

Buletin Kaffah

Jumat, 26 Juli 2024

Tagged under: ,

Wajib Bersikap Tegas Dan Keras Terhadap Yahudi Zionis


Buletin Kaffah No. 353 (20 Muharram 1446 H/26 Juli 2024 M)


Di tengah kekejaman Yahudi Zionis yang terus tanpa henti membantai puluhan ribu rakyat Palestina, tiba-tiba ada kabar mengejutkan. Lima orang pemuda Nahdliyin (NU) bertemu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, di Israel. Pertemuan itu mendapat protes keras dan kecaman dari masyarakat. 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkap pihak yang memberikan undangan kepada 5 orang Nahdliyin terbang ke Israel bertemu Presiden Isaac Herzog. "Yang mengajak, dia ini, dari informasi setelah saya tanya, ini memang dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel," ungkapnya dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (16/7/2024). Menurut Gus Yahya, NGO tersebut dapat ditemukan di seluruh belahan dunia untuk membantu membangun citra baik Israel dan melakukan lobi-lobi demi kepentingan Israel (Https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7441996/pbnu-ungkap-5-nu-muda-diajak-ngo-pro-israel-temui-isaac-herzog)

Hampir berbarengan, muncul kasus berbeda meski sama-sama terkait isu Yahudi. Tidak lain terkait dengan seminar pada Rabu, 17 Juli 2024, di Masjid Istiqlal. Dalam publikasi acara, panitia terang-terangan berencana menghadirkan Dr. Ari Gordon dari AJC (American Jewish Committee) sebagai pembicara. AJC (American Jewish Committee) sendiri adalah organisasi yang sangat pro Yahudi Zionis. Sontak, banyak masyarakat yang juga mengecam keras rencana tersebut. Akhirnya, upaya menghadirkan Dr. Ari Gordon pun dibatalkan.

Yang menarik, awalnya Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH Nazaruddin Umar, mengaku tidak tahu-menahu soal acara seminar tersebut. Namun, jejak digital kegiatan di Masjid Istiqlal dan perilaku Nazaruddin Umar ternyata membeberkan fakta berbeda. Tokoh Yahudi Dr. Ari Gordon, seperti diungkap sebuah link berita yang kini sudah dihapus, ternyata sudah lebih dulu menjadi Dosen Tamu di acara "Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal" pada 10 Juli 2024, atau 1 pekan sebelum acara seminar yang dibatalkan tersebut.

Bahkan berdasarkan artikel bertanggal 1 Maret 2024 di Website AJC terungkap bahwa Nazaruddin Umar ternyata pernah menerima beasiswa dari AJC dan JTS (Jewish Theological Seminary) di Amerika (Lihat: Merdeka.com, 21/7/2024).

Menurut Imam Shamsi Ali yang menjadi pendakwah di AS, pendidikan intensif yang diikuti Nazaruddin Umar selama 6 pekan di Amerika itu berlangsung pada Desember 2023. Padahal jelas, di halaman muka Website AJC tertulis: AJC Stands with Israel!

Dari berbagai informasi yang ada, para pelaku dalam dua kasus di atas memiliki motif yang beririsan. Tidak lain berkaitan dengan misi dialog antar agama dan misi perdamaian atau membangun hubungan baik dengan kaum Yahudi. 


*Sikapi Dengan Tegas*

Sudah sangat terang-benderang bahwa kaum Yahudi (Zionis-Israel) hari ini statusnya adalah kafir harbi fi’l[an]. Sama dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Artinya, mereka adalah kaum kafir yang secara nyata memerangi kaum Muslim. Khususnya Muslim Palestina. Terhadap mereka jelas kaum Muslim harus bersikap tegas dan keras. Bukan malah bersikap manis dan lembut. Inilah yang Allah SWT nyatakan saat menggambarkan sikap Baginda Rasulullah saw. dan umat beliau:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ 

Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengan dia itu bersikap keras terhadap kaum kafir dan berlemah-lembut kepada sesama mereka (kaum Muslim) (TQS al-Fath [48]: 29).

Saat menafsirkan ayat di atas Imam Ibnu Katsir antara lain menyatakan: 

وَهَذِهِ صِفَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْ يَكُوْنَ أَحَدُهُمْ شَدِيْدًا عَنِيْفًا عَلَى الْكُفَّارِ، رَحِيْمًا برًا بِالْأَخْيَارِ، غَضُوْبًا عَبُوْسًا فِي وَجْهِ الْكَافِرِ، ضَحُوْكًا بَشُوْشًا فِي وَجْهِ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ

Inilah sifat kaum Mukmin, yakni keras dan sangar terhadap kaum kafir; berkasih-sayang dan baik kepada orang-orang pilihan (kaum Mukmin); murka dan bermuka masam terhadap orang kafir; tersenyum manis dan berseri-seri kepada saudaranya yang Mukmin (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 7/360).

Sebagaimana diketahui, kafir harbi adalah setiap orang kafir yang tidak masuk dalam perjanjian (dzimmah) dengan kaum Muslim (An-Nabhani, 1994: 232). Mereka terbagi menjadi kafir harbi hukm[an] (kafir harbi secara de jure) dan kafir harbi harbi fi’l[an] (kafir harbi de facto). Negaranya disebut ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam). 

Negara ini dibagi lagi menjadi dua: (1) Jika negara kafir tersebut sedang berperang secara nyata dengan umat Islam maka negara itu disebut ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang benar-benar sedang memerangi umat Islam secara nyata); (2) Jika negara kafir tersebut tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam maka negara itu dikategorikan sebagai ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah ghayru al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam) (An-Nabhani, 1994: 233).

Perbedaan hukum di antara kedua negara ini adalah, jika sebuah negara kafir masuk kategori pertama, yakni sedang berperang secara nyata dengan umat Islam, maka asas hubungannya adalah hubungan perang. Tidak boleh ada hubungan (perjanjian) apa pun dengan negara kafir seperti ini, misalnya hubungan diplomatik, kerja sama ekonomi (seperti ekspor-impor), dan sebagainya. Hubungan (perjanjian) dengan mereka hanya boleh ada setelah ada perdamaian (ash-shulh) (An-Nabhani, 1990: 293). 

Sebaliknya, jika termasuk kategori kedua, yaitu tidak sedang berperang dengan umat Islam, maka Negara Islam boleh mengadakan perjanjian dengan negara kafir seperti perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan lain-lain (An-Nabhani, 1990: 293). 


*Haram Bermuamalah dengan Kafir Harbi Fi’l[an]*

Terhadap kafir harbi fi’l[an] (de facto), yaitu orang kafir yang sedang berperang secara langsung dengan kaum Muslim, maka hukum bermuamalah dengan mereka adalah haram, baik hubungan dagang, hubungan diplomatik dll. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan:

أَماَّ لَوْ كاَنَتْ دَارَ الْحَرْبِ الْمُحاَرِبَةِ فِعْلاً (كَإِسْرَائِيْلَ)، فَإِنَّهُ لاَ تَجُوْزُ التِّجاَرَةُ مَعَهاَ، لاَ فِي السِّلاَحِ وَلاَ فِي الطَّعاَمِ، وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ،لإِنَّ فِيْ ذَلِكَ تَقْوِيَّةٌ لَهاَ عَلىَ الصُّمُوْدِ ضِدّ الْمُسْلِمِيْنَ، فَيَكُوْنُ مُعاَوَنَةً عَلىَ اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ فَيُمْنَعُ

Adapun jika negara tersebut adalah negara kafir harbi fi’l[an] (seperti Israel) maka tidak boleh berdagang dengan negara tersebut, baik barang dagangannya itu senjata, bahan makanan maupun barang yang lainnya. Ini karena perdagangan dengan negara tersebut bisa memperkuat negara itu untuk terus bertahan melawan kaum Muslim. Dengan itu perdagangan dengan negara (semacam Israel) tersebut merupakan bentuk pertolongan untuk melakukan dosa dan permusuhan. Ini jelas dilarang (An-Nabhani, An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, hlm. 300).

Berdasarkan penjelasan di atas, haram umat Islam melakukan aktivitas perdagangan dengan Israel. Haram hukumnya bagi mereka untuk membeli produk-produk Israel ataupun membeli produk-produk yang pro-Israel, yaitu barang-barang yang produsennya boleh jadi bukan Israel, tetapi memberikan dukungan finansial kepada Israel. Di sinilah pentingnya kaum Muslim untuk terus melakukan aksi boikot terhadap semua produk Israel atau yang terafiliasi dengan dukungan terhadap Israel.

Dalil keharamannya adalah keumuman dalil yang mengharamkan ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan permusuhan (QS al-Maidah [5]: 2). Dasar lainnya adalah keumuman dalil yang melarang umat Islam bermuamalah dengan kaum kafir yang telah memerangi dan mengusir umat Islam dari rumah-rumah mereka (QS al-Mumtahanah [60]: 8-9). 


*Upaya Seharusnya*

Karena Yahudi/Israel terkategori sebagai kafir harbi fi’l[an] maka sikap kaum Muslim, organisasi Islam, apalagi lembaga kemasjidan seperti Masjid Istiqlal, adalah mendukung setiap upaya untuk memerangi Yahudi/Israel tersebut. Bukan malah bermanis muka dan bekerjasama dengan mereka atas nama dialog antar agama atau demi misi perdamaian. Sebabnya, pada faktanya sampai kini kaum Yahudi/Israel sedikit pun tidak menghentikan kebiadaban mereka terhadap bangsa Palestina. Mereka bahkan makin brutal dan bengis. Termasuk terhadap anak-anak Palestina.

Karena itu sikap kaum Muslim, ormas Islam, apalagi lembaga kemasjidan seperti Masjid Istiqlal yang semestinya adalah menyerukan kepada para penguasa Arab dan Muslim, termasuk penguasa negeri ini, untuk mengirimkan pasukan jihad/perang demi menumpas Yahudi Zionis. Sebabnya, memang itulah yang Allah SWT perintahkan kepada kaum Muslim dalam menghadapi kaum kafir harbi fi’l[an]:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً 

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir (yakni harbi fi’l[an]) yang ada di sekitar kalian dan hendaknya mereka merasakan kekerasan dari kalian (TQS at-Taubah [9]: 123).

Hanya dengan mengerahkan pasukan jihad dengan kekuatan penuhlah kejahatan Yahudi Zionis terhadap bangsa Palestina dapat dihentikan. Dengan itu pula penjajahan dan pendudukan Yahudi Zionis atas tanah Palestina bisa diakhiri. 
_WalLâhu a’lam bi ash-shawâb_. []

---*---

*Hikmah:*

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, siapa saja di antara kalian yang murtad (keluar) dari agamanya (Islam), maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan mereka pun mencintai Dia. Mereka berlemah-lembut kepada kaum Mukmin dan bersikap keras terhadap kaum kafir. Mereka berperang di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang yang suka mencela. Itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (karunia-Nya) dan Mahatahu. (TQS al-Maidah [5]: 54). []
Tagged under:

Musnahkan Pinjol Harus Rela Musnahkan Demokrasi, Berani?

Oleh: Dwi Widayani, SH. I

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, melalui Bagian Hukum dan HAM, merespons upaya Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto yang mengajukan Raperda terkait Pinjaman Online (Pinjol). 

Raperda Pencegahan dan Perlindungan Masyarakat dari Dampak Pinjaman Ilegal ini sebelumnya ditolak oleh Pemprov karena pinjam-meminjam dianggap ranah privat yang tidak bisa diatur dalam Peraturan Daerah. 

Namun karena terkuak bahwa Kota Bogor menempati peringkat kedua tertinggi dalam kasus judol(judi online) yang sangat berkaitan erat dengan pinjol (berujung pada pinjol) maka Pemprov melakukan peninjauan kembali atas Raperda tersebut. 

Fakta ini menguak bobroknya sistem demokrasi lahan subur aneka kemaksiatan termasuk pinjol ribawi. Dalam sistem demokrasi, yang haram dapat menjadi halal, dan sebaliknya. 

Aturan dibuat berdasarkan musyawarah mufakat, atas standar baik dan buruk menurut manusia yang lemah dan serba terbatas. 

Aturan yang jelas berasal dari sang maha pencipta justru dikesampingkan. 

Oleh karena itu, demokrasi tidak boleh lagi dijadikan sebagai pedoman hidup kaum muslimin karena bertentangan dengan syariat Islam. 

Dalam Islam kedaulatan di tangan syara’, bukan di tangan manusia. Artinya, karena syara' telah mengharamkan pinjol dan judol, maka tidak perlu ada lagi musyawarah untuk menyepakati aturan terkait pinjol dan judol. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
QS. Al-Ma'idah[5]:90

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ  فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ    وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ  هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
QS. Al-Baqarah[2]:275

Negara (pemerintah) harus bersikap tegas dalam menjalankan hukum syara', termasuk penegakan sistem sanksi yang membuat jera para pelakunya. 

Hanya pemerintahan Islam (khilafah) yang mampu menjalankannya, bukan pemerintahan yang berdasarkan demokrasi.

Sistem demokrasi telah nyata berpaling dari peringatan Alloh (syariat). Hasilnya tiada lain kecuali kesempitan hidup di dunia dan kerugian di akhirat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى 

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
QS. Taha[20]:124

Jika ingin keluar dari pinjol, judol dan semua persoalan, mesti berani berpaling dari sistem demokrasi!!
Tagged under: ,

Penguasaan Lahan Oleh Swasta Dan Asing Haram Dan Berbahaya

Buletin Kaffah No. 352 (13 Muharram 1446 H/19 Juli 2024 M)

Presiden Jokowi baru saja menandatangani Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 11 Juli 2024. Perpres tersebut mengatur rentang waktu Hak Guna Usaha (HGU) di IKN untuk para investor adalah sampai 95 tahun dan bisa diperpanjang sampai 95 tahun lagi. Total 190 tahun. Harapannya, aturan tersebut akan mengundang kehadiran investor asing di IKN yang masih nihil.

Perpres ini jelas bertabrakan dengan sejumlah aturan, mengancam kedaulatan negara, dan lebih buruk daripada aturan agraria yang dibuat oleh penjajah Belanda, VOC. Sebagaimana diketahui, UU Agraria Kolonial (Agrarische Wet 1870) saja hanya memberikan hak kepada investor mengelola perkebunan paling lama 75 tahun.

Sejumlah Bahaya

Salah satu alasan Pemerintah memberikan HGU yang begitu panjang bagi investor adalah untuk memberikan kepastian dalam berinvestasi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono. 

Sebagaimana diketahui, Pemerintah akhirnya mengakui bahwa IKN sampai hari ini masih gagal mengundang investor asing. Ini bertolak belakang dengan gembar-gembor Presiden Jokowi yang pernah menyatakan investor sudah antri masuk IKN. 

Penyebab investor belum mau masuk ke IKN bukan semata persoalan HGU, namun karena kondisinya yang masih jauh dari selesai. Bahkan diakui oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, klaster pertama IKN saja belum selesai 100 persen. Klaster pertama ini mencakup kawasan inti pemerintahan, seperti presiden dan wakil presiden, lembaga tinggi negara. Sebab itu pula Presiden Jokowi tidak jadi berkantor di IKN pada Juli ini karena kondisinya jauh dari layak; minim air, listrik, dsb. Padahal awalnya Pemerintah begitu percaya diri kalau Presiden akan pindah kantor ke IKN pada bulan Juli tahun ini.

Pemberian HGU sepanjang 190 tahun yang ditujukan untuk mengundang investor tentu mengandung sejumlah persoalan dan ancaman untuk negeri ini. Pertama: Perpres ini sudah melanggar Konstitusi. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dengan Perpres 75/2024 Pemerintah telah melanggar dua dasar hukum; yakni UU 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21-22/PUU-V/2007 tentang pemberian hak tanah kepada investor. UU Agraria mengatur HGU maksimal selama 35 tahun dan bisa diperpanjang maksimal 25 tahun jika memenuhi syarat.

Kedua: Peraturan ini lebih buruk dari aturan kolonial. Pada era penjajahan di tanah air saja, UU Agraria Kolonial (Agrarische Wet 1870) hanya memberikan hak kepada investor mengelola perkebunan paling lama 75 tahun. Sebaliknya, kini di era kemerdekaan pemberian HGU kepada investor asing malah nyaris dua abad.

Pemerintah berdalih, dengan pemberian HGU 190 tahun, lahan tetap menjadi milik negara. Namun, pemberian HGU dalam jangka panjang ini membahayakan kedaulatan negeri. Tentu karena sepanjang 190 tahun itu pihak asinglah yang berkuasa di atas lahan tersebut. Akibatnya, segala kekayaan alam yang berada di lahan tersebut tidak bisa dimanfaatkan rakyat. Sudah sering terjadi rakyat, seperti nelayan, dilarang mendekati kawasan yang dikuasai asing meski hanya sekadar berlayar atau mencari ikan.

Lahan Menurut Islam

Islam memiliki hukum tersendiri mengenai lahan. Pertama: Tanah termasuk ke dalam harta yang dapat menjadi milik pribadi (milkiyyah fardiyyah). Hukum Islam mengizinkan individu memiliki lahan baik untuk hunian, tempat usaha, sawah, ladang, juga perikanan dan peternakan. Setiap warga negara  Muslim ataupun kafir berhak memiliki lahan baik secara zatnya maupun sekadar hak guna usahanya. 

Kedua: Negara Islam punya otoritas untuk membagikan lahan kepada rakyat, baik menjadi hak milik pribadi maupun hanya berupa HGU. Selanjutnya Negara Islam akan mengawasi pengelolaan lahan yang dimiliki warga. Penelantaran lahan selama tiga tahun oleh pemiliknya secara otomatis menjadikan status kepemilikannya batal atas lahan tersebut. Hal ini ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat pada masa Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra. (Lihat: Hadis riwayat Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ, hadis nomor 11825).

Ketiga: Nabi saw. telah melarang lahan pertanian untuk disewakan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. dari Tsabit bin al-Hajjaj ra., dari Zaid bin Tsabit ra., yang berkata:

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُخَابَرَةِ، قُلْتُ: وَمَا الْمُخَابَرَةُ، قَالَ: أَنْ تَأْخُذَ الْأَرْضَ بِنِصْفٍ أَوْ ثُلُثٍ أَوْ رُبْعٍ

Rasulullah saw. telah melarang al-mukhâbarah. Aku (Tsabit bin al-Hajjaj) berkata, “Apakah al-mukhâbarah itu?” Dia (Zaid bin Tsabit) berkata, “Engkau mengambil tanah dengan (mengambil bagian/keuntungan) separuh, sepertiga atau seperempat.” (HR Abu Dawud, Ahmad, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).

Keempat: Lahan yang dibutuhkan oleh masyarakat karena mengandung bahan tambang atau mata air berlimpah yang menjadi kebutuhan publik statusnya menjadi milik umum (milkiyyah ’ammah). Lahan semacam ini dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan pada swasta dan asing. Ini berdasarkan sabda Nabi saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram. Abu Sa'id berkata, ”Yang dimaksud adalah air yang mengalir.” (HR Ibnu Majah).

Lahan yang menjadi jalan umum, atau aliran sungai, pantai dan laut yang menjadi hajat bersama/publik statusnya juga milik umum. Setiap orang boleh memanfaatkan lahan tersebut. Lahan tersebut wajib dijaga dan dipelihara oleh negara.

Kelima: Islam memerintahkan negara untuk mencegah praktik imperialisme oleh asing melalui jalan penguasaan lahan, baik secara perorangan, korporasi maupun negara. Penguasaan lahan selama hampir dua abad oleh pihak asing yang berpotensi besar menghilangkan kedaulatan negara  adalah haram. Allah SWT berfirman:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum  kafir untuk memusnahkan kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

Buah Pahit Kapitalisme

Kebijakan Pemerintah memberikan HGU kepada pengusaha asing selama 190 tahun adalah kebijakan khas ideologi Kapitalisme. Negara penganut ideologi ini gencar membuat kebijakan privatisasi atau swastanisasi berbagai sektor, seperti SDA dan lahan secara luas. 

Dalam sistem Kapitalisme, negara juga lebih berpihak kepada kaum kapitalis, bukan kepada rakyat. Ketika Pemerintah mengobral HGU ratusan tahun kepada investor asing, penduduk setempat di kawasan IKN justru terancam kehilangan lahan dan tempat tinggal mereka. Warga Pemaluan, Kalimantan Timur, terancam digusur oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Warga Sepaku mendapat peringatan agar tidak melakukan kegiatan apa pun di atas lahan yang dianggap milik Badan Bank Tanah.

Pembangunan IKN juga mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Ada ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan seluas 2.603,41 hektar yang terancam rusak dan mengancam keberadaan berbagai satwa di sana. Kerusakan alam akibat pembangunan IKN juga mengancam penghidupan hampir sepuluh ribu nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara, lima Kelurahan Maridan, Mentawir, Pantai Lango, Jenebora, Gresik dari Kabupaten Penajam Paser Utara, juga para nelayan di Balikpapan. 

Lebih dari itu, ketika negara menggadaikan lahan di IKN kepada para investor asing untuk dikuasai selama 190 tahun, ada jutaan rakyat di tanah air yang tidak memiliki sertifikat lahan. Presiden sendiri mengatakan pada tahun 2015 bahwa dari 126 juta bidang tanah milik masyarakat, ada 80 juta masyarakat yang tidak memiliki sertifikat.

Ironisnya, dalam banyak kasus sengketa lahan, Pemerintah menggunakan mekanisme hukum domein verklaring. Warisan hukum kolonial ini menyatakan bahwa tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya dengan surat (sertifikat) otomatis akan menjadi tanah negara. Karena itu jutaan warga terancam kehilangan lahan dan tempat tinggal karena mereka tidak memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik). Belum lagi warga juga terancam oleh mafia tanah yang bisa menggandakan SHM untuk mereka perjualbelikan.

Khatimah

Wahai kaum Muslim, terbukti aturan selain Islam telah gagal melindungi hak masyarakat dan kedaulatan negeri. Para pengusaha terutama asing-aseng justru diberi karpet merah untuk mengokohkan kedudukan mereka di negeri ini selama hampir dua abad. Sebaliknya, kehidupan rakyat bukannya kian sejahtera. Mereka justru makin dipersulit oleh kebijakan yang mengancam lahan dan penghidupan mereka.

Apakah sistem Kapitalisme yang rusak dan merusak ini akan terus dipertahankan? Padahal Allah SWT sudah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus dan menyelamatkan. Itulah Islam yang sempurna dengan seluruh hukumnya. Lalu mengapa kita berpaling? 

Allah SWT berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا 

Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku telah mengimani apa yang telah diturunkan kepada kamu (al-Quran) dan apa yang telah diturunkan (kepada para rasul) sebelum kamu? Mereka malah ingin berhukum pada thaghut. Padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya (TQS an-Nisa' [4]: 60).

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
 
---*---

Hikmah: 

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

Siapa saja yang pernah berbuat aniaya (dengan merampas) sejengkal tanah saja maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh petala bumi. (HR al-Bukhari).

Jumat, 05 Juli 2024

Tagged under: ,

Hijrahlah dari Sistem Jahiliah!

Buletin Kaffah No. 350 (29 Dzulhijjah 1445 H/5 Juli 2024 M)
 
Waktu terus bergulir tidak terasa umat Muslim segera memasuki Tahun Baru 1446 Hijrah. Ada anjuran mulia dari agama ini setiap terjadi pergantian waktu, yakni merenungi kondisi diri, baik secara pribadi maupun sebagai umat: apakah dengan pergantian masa diri kita semakin baik di hadapan Allah SWT? Apakah kita semakin taat dan bersungguh-sungguh menjalankan syariah-Nya? Ataukah kita stagnan alias tidak berkembang? Atau kita malah semakin menjauh dari petunjuk-Nya dan mengulang kesalahan-kesalahan yang sama?

Sejarah Penanggalan Hijrah

Tahun Baru Hijrah identik dengan peristiwa Hijrah Nabi saw. Said bin Musayyib ra. meriwayatkan bahwa yang mengusulkan peristiwa Hijrah Nabi saw.—yakni saat beliau meninggalkan negeri syirik (ardh asy-syirki) atau darul kufur (Makkah) ke Darul Islam (Madinah)—sebagai awal perhitungan kalender Hijrah adalah Ali bin Abi Thalib ra. Adapun yang mengusulkan Muharram sebagai awal bulan Tahun Hijrah adalah Utsman bin Affan ra. Kemudian hal ini diputuskan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.

Memang betul, hijrah ke Madinah baru berlangsung pada bulan Safar. Namun, tekad untuk berhijrah sudah muncul sejak bulan Muharram. Ini karena pada bulan Dzulhijjah telah terjadi Peristiwa Baiat Aqabah kedua. Saat itu kaum Muslim dari Madinah telah menyatakan kesiapan mereka untuk melindungi Nabi saw. Mereka pun siap menjadikan negeri mereka (Madinah) sebagai tujuan hijrah dan penegakan kekuasaan Islam. Sejak saat itu terbagilah wilayah dunia menjadi dua: Darul Islam (Negara Islam) dengan darul kufr atau dar asy-syirk (negara kufur/negara syirik).

Berkaitan dengan hal ini Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. menyatakan alasan Peristiwa Hijrah Nabi saw. sebagai awal perhitungan kalender bagi kaum Muslim:

بَلْ نُؤَرِّخُ لِمُهاجَرَةِ رَسُوْلِ الله، فَإِنَّ مُهَاجَرَتَهُ فَرْقٌ بَيْنَ الْحَقِّ وَاْلبَاطِلِ

Akan tetapi, kita akan menghitung penanggalan berdasarkan Hijrah Rasulullah. Sebabnya, sungguh hijrah beliau itu telah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan (Ibn Al-Atsir, Al-Kâmil Fî at-Târîkh, 1/3).
 
Hijrah dan Perubahan

Makkah yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. dan kaum Muslim adalah negeri yang menjalankan aturan-aturan jahiliah. Masyarakat Arab jahiliah di Makkah saat itu mempertahankan sistem kehidupan mereka; syirik, perdukunan dan takhayul, perjudian, riba, perzinaan, kecurangan dalam perdagangan, ketimpangan ekonomi, penindasan terhadap perempuan dan kaum dhuafa, serta fanatisme kesukuan, dll.

Pada saat yang sama mereka terus-menerus memusuhi Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah saw. Ini karena Rasulullah saw. mendakwahkan Islam untuk mengubah secara total peradaban dan aturan-aturan kehidupan kufur saat itu. Beliau membawa aturan Islam yang berisi penentangan terhadap pelacuran (QS 24: 33), larangan membunuh bayi perempuan (QS 81: 8-9), pengharaman riba (QS 2: 275-276), larangan curang dalam perdagangan (QS 83: 1-3), pengharaman miras dan judi (QS 5: 90-91), dsb.

Tentu dakwah Rasulullah saw. berbenturan keras dengan kekuasaan kaum musyrik Quraisy yang mempertahankan status quo di Makkah dengan sistem jahiliahnya. Karena itulah Rasulullah saw. mulai mendakwahi berbagai kabilah di luar Makkah dan memohon kepada Allah SWT agar diberi kekuasaan yang dapat mengokohkan dakwah Islam.

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

Katakanlah, "Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dengan cara keluar yang benar, serta berilah aku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80).

Jelas, peristiwa Hijrah Nabi saw. bukanlah dalam rangka melarikan diri atau ber-’uzlah, tetapi demi menegakkan institusi negara yang menjalankan sistem kehidupan Islam. Madinah akhirnya menjadi Negara Islam pertama sekaligus titik sentral dakwah dan kekuasaan Islam (nuqthah al-irtikâz). 

Dari Madinahlah kekuasaan dan dakwah Islam tersebar ke seluruh negeri dan kabilah. Hingga wafatnya Baginda Nabi saw., kekuasaan Negara Islam telah meliputi Jazirah Arab. Umat manusia pun berbondong-bondong memeluk Islam karena menyaksikan kemuliaan dan keadilan ideologi Islam (Lihat: QS an-Nashr [110]: 1-3).
 
Jahiliah Modern

Hal yang patut diperhatikan oleh umat bahwa kondisi jahiliah bukanlah terbatas pada zaman dan kondisi tertentu. Jahiliah adalah sifat yang identik dengan kondisi yang bertentangan dengan ketentuan syariah Islam. Keadaan ini ternyata terjadi pula hari ini sekalipun di negeri yang mayoritas Muslim. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan hukum jahiliah sebagai seluruh hukum yang menyelisihi apa yang Allah SWT turunkan kepada Rasul-Nya (As-Sa’di, Taysîr Karîm ar-Rahmân, hlm. 226). 

Imam al-Hasan al-Bashri juga mengatakan, “Siapa saja yang berhukum dengan selain hukum Allah, berarti dia berhukum dengan hukum jahiliah.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhiîm, 3/120).

Faktanya hari ini umat hidup dalam sistem jahiliah modern, yakni sistem sekularisme-liberalisme. Ajaran Islam dikebiri hanya dalam urusan ibadah, ahlak dan keluarga. Bahkan akidah umat pun terancam dengan dipaksa untuk menerima paham pluralisme dan sinkretisme. Contohnya salam lintas agama. Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Amin Abdullah menyebut fatwa MUI yang mengharamkan salam lintas agama sebagai ancaman untuk Pancasila. Sama artinya BPIP menempatkan ajaran Islam sebagai musuh berbahaya di negeri ini.

Kualitas ibadah umat pun jauh dari kata layak. Pada tahun 2018, berdasarkan survei Departemen Kaderisasi Pemuda PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang bekerjasama dengan Merial Institute, ditemukan data bahwa hanya 33,6 anak muda yang selalu datang beribadah di masjid setiap hari. DMI juga mendapatkan data bahwa 65 persen Muslim Indonesia belum bisa membaca al-Quran!

Nilai-nilai sosial di Tanah Air yang berlaku hari ini adalah hedonisme atau mencari kepuasan fisik dan permisivisme alias serba boleh. Dampaknya, tingkat perzinaan di Tanah Air terus meningkat, bahkan dilakukan sejak usia remaja. Pada tahun 2023, BKKBN mencatat bahwa sebanyak 60 persen remaja usia 16-17 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Lalu pada usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 persen dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen. Pada saat yang sama angka pernikahan dan kelahiran anak secara nasional justru semakin menurun.

Sistem ekonomi yang diterapkan adalah kapitalisme-liberalisme. Dalam sistem ekonomi semacam ini produksi dan konsumsi miras justru dibolehkan, riba termasuk pinjol (pinjaman online) dihalalkan, judol (judi online) dibiarkan, sedangkan rakyat terus dibebani dengan kenaikan pajak dan pungutan seperti Tapera. Sementara itu kekayaan alam justru diserahkan kepada swasta dan asing untuk dieksploitasi. Di sisi lain kesenjangan ekonomi semakin dalam. Satu persen orang super kaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Pada saat yang sama, pada tahun 2022, ada 16 juta lebih warga Indonesia menurut FAO mengalami kelaparan, lalu menurut Kemenkes ada 7 juta anak alami gizi buruk. 

Demokrasi yang menjadi sistem politik saat ini dengan filosofi vox populi, vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) justru sering melahirkan kebijakan yang merugikan rakyat. UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU Omnibus Law Kesehatan dll adalah produk sistem demokrasi yang jauh dari kemaslahatan rakyat dan malah berpihak pada oligarki. Dalam demokrasi rakyat hanya dibutuhkan suaranya di bilik suara, bukan di gedung legislatif.

Berhijrah Total

Karena itu umat saat ini wajib melakukan perubahan total: meninggalkan segala hal yang Allah SWT larang menuju ketaatan total kepada-Nya. Nabi saw. bersabda:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah (HR al-Bukhari).

Untuk itu tidak cukup sekadar hijrah secara pribadi, seperti memperbaiki ibadah dan akhlak pribadi. Lebih dari itu umat wajib diseru untuk menjalankan syariah Islam secara kâffah (total). Pelaksanaan syariah Islam secara kâffah adalah bukti keimanan dan ketaatan total seorang hamba di hadapan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan dalam hati mereka sesuatu keberatan apapun atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya (TQS an-Nisa’ [4]: 65).

Namun demikian, pelaksaan syariah Islam secara total tidak mungkin terlaksana tanpa institusi negara. Berbagai kemungkaran tak akan hilang tanpa ada kekuatan hukum yang dijalankan negara. Di sinilah umat wajib menyadari bahwa eksistensi Negara Islam atau Khilafah Islam yang akan menerapkan aturan-aturan Allah SWT secara kâffah adalah keniscayaan dan kewajiban syariah. 

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ، عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

“Sungguh simpul-simpul Islam akan terurai satu-persatu. Setiap kali satu simpul terlepas, manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Simpul yang pertama lepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah salat.” (HR Ahmad). []
Tagged under: ,

Dari Ibadah Haji Menuju Persatuan Sejati

Buletin Kaffah No. 347 (8 Dzulhijjah 1445 H/14 Juni 2024 M)

Saat ini lebih dari tiga juta kaum Muslim dari segenap penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci. Tentu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji tentu terkait erat dengan kegiatan jamaah haji wukuf di Arafah atau Hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah). Sebabnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: 

الْحَجُّ عَرَفَةُ

(Inti) ibadah haji adalah wukuf di Arafah (HR at-Tirmidzi).

Penentuan Hari Arafah tentu terkait dengan penentuan awal Bulan Dzulhijjah. Sebagaimana perintah Rasulullah saw., penentuan awal bulan Dzulhijjah seharusnya tidak diputuskan berdasarkan otoritas masing-masing pemimpin negeri kaum Muslim, tetapi wajib berdasarkan pengumuman Amir Makkah. Husayn bin Harits al-Jadali telah menyatakan: Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, telah menyampaikan khutbah kepada kami, seraya berkata:

عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ ‌نَنْسُكَ ‌لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا

Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk mengerjakan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal (Bulan Dzulhijjah). Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihat hilal, maka kami pun akan mengerjakan manasik haji berdasarkan kesaksian mereka berdua (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni).

Sudah seharusnya kaum Muslim bersatu dalam pelaksanaan Idul Adha nanti, sebagaimana mereka bersatu dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikian seperti yang pernah terwujud pada masa Nabi saw. dan Khulafaur-Rasyidin. 

Ibadah haji adalah salah satu melting point atau titik lebur kaum Muslim. Semua Muslim dari berbagai penjuru dunia, dari segala suku bangsa, bahasa dan warna kulit menyatu dalam suasana penuh keharuan dan kekhusyukan di hadapan Allah Yang Maha Perkasa. Tak tampak lagi perbedaan, termasuk strata sosial dan ekonomi, dalam pelaksanaan ibadah haji. Semua berbusana kain ihram. Semua melantunkan kalimat talbiyah. Semua mengharap ridha Allah SWT. Semua sama-sama menggemakan keagungan syiar-syiar Allah SWT.

Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi, ulama dari Mesir dan seorang mufasir, mengatakan:

وَفِي جَلاَلِ هَذِهِ الْوَحْدَةِ، تَنْصَهَرُ الْأَجْنَاسُ وَالْأَلْوَانُ وَاللُّغَاتُ، فَلَا نَسَبَ اِلَّا اِلىَ الْاِسْلَامِ وَلَا حَسَبَ اِلَّا اِلَى الْاِيْمَانِ 

“Di tengah-tengah persatuan (ibadah haji) ini berbagai suku bangsa, warna kulit dan bahasa manusia melebur (menjadi satu). Karena itu tak ada yang pantas untuk dijadikan atribut (identitas) selain Islam dan tidak ada yang perlu diperhitungkan kecuali iman.” 

Demikianlah. Tidak ada satu pun agama dan ideologi yang sukses melebur umat manusia dalam sebuah wadah pemersatu selain Islam. Agama ini telah berhasil mengikat manusia selama belasan abad dalam sebuah ikatan mulia: ukhuwah islamiyah. Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ 

Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara... (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Sungguh indah perumpamaan kebersamaan kaum Mukmin. Mereka digambarkan oleh Baginda Nabi saw. laksana satu tubuh. Sabda beliau:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan kaum Mukmin itu dalam hal saling mengasihi, mencintai dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya) (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu sungguh ironi jika seorang Muslim tidak mau merasakan penderitaan yang tengah menimpa nasib sesama Muslim. Mungkinkah otak tidak merasakan apa-apa ketika sekujur tubuhnya berdarah-darah penuh luka menganga? Padahal di antara tanda keimanan seseorang adalah mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Nabi saw. bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ 

Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri (HR Muttafaq ’alayh).

Patut direnungkan: Apakah umat Islam hari ini sudah semisal satu tubuh dalam persatuan mereka? Ataukah kebersamaan dan persatuan mereka semu belaka? 
Kita menyaksikan lebih dari tiga juga Muslim dari segenap penjuru berkumpul bersama di Tanah Suci menunaikan ibadah yang sama, menuju keridhaan Tuhan yang juga sama. Namun, tatkala perhelatan ibadah haji selesai, masih tersisakah persatuan umat ini? Apakah kaum Muslim di seluruh dunia hari ini bersatu dan saling membantu saudaranya yang menderita? Sayangnya tidak.

Saat ini kita menyaksikan saudara-saudara kita di berbagai tempat ditimpa kemalangan luar biasa. Kaum Muslim di Palestina, misalnya, terus berada dalam ancaman genosida zionis Yahudi. Gaza dan Rafah sudah menjadi ladang pembantaian kaum Muslim. Jenazah-jenazah bergelimpangan di jalan-jalan atau terkubur dalam reruntuhan gedung. Sebagian lagi hancur berkeping-keping. Mereka menjadi korban kebiadaban zionis Yahudi. Lebih dari 36 ribu warga Gaza tewas akibat serangan biadab militer zionis. Semua fasilitas kesehatan hancur. Penduduk Gaza terancam kelaparan yang diciptakan zionis Yahudi. 

Yang lebih menyedihkan lagi adalah sikap para penguasa Dunia Islam. Mereka hanya diam menyaksikan pembantaian demi pembantaian di Gaza. Sebagian dari mereka malah bersekutu dengan zionis Yahudi dengan membuka hubungan diplomatik dan perdagangan. Dunia menyaksikan bagaimana penguasa Mesir, misalnya, bukan saja menolak kehadiran pengungsi Gaza, tetapi juga menolak membuka gerbang perbatasan agar kaum Muslim bisa memberikan bantuan kepada saudara seiman. Lebih menyedihkan lagi sebagian para pemimpin Dunia Islam justru melarang aksi dukungan terhadap Palestina dan menangkapi mereka. Padahal Nabi saw. telah mengingatkan ancaman terhadap para pemimpin seperti itu:

مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ النَّاسِ شَيْئًا , فَاحْتَجَبَ عَنْ أُولِي الضَّعَفَةِ وَالْحَاجَةِ , احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

Siapa saja yang Allah takdirkan untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu dia menutup diri dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri dari pemimpin tersebut pada Hari Kiamat (HR Ahmad).

Para pemimpin Dunia Islam rata-rata hanya berpura-pura. Di depan rakyat mendukung Palestina lewat politik retorika berupa kutukan dan kecaman. Namun, sedikit pun mereka enggan menggerakkan pasukan militer mereka untuk melindungi kaum Muslim Palestina dan menyerang kaum Yahudi. Mereka malah menyandarkan pertolongan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Padahal mereka tahu bahwa badan internasional itu nyata berada dalam ketiak negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, pendukung utama Zionis Yahudi. 

Penyebab terkoyaknya umat hari ini adalah karena paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa (nation-state). Inilah yang telah mengerat-ngerat persatuan kaum Muslim dan menghapuskan ukhuwah islamiyah. Setiap penguasa negeri Muslim tidak peduli dengan urusan negeri Muslim lainnya. Pantaslah jika Rasulullah saw. menggolongkan kebanggaan terhadap suku/bangsa dan golongan sebagai slogan-slogan jahiliyah yang sangat hina. Beliau bersabda:

إِذَا الرَّجُلُ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ، ‌فَأَعِضُّوهُ بِهَنِ ‌أَبِيهِ، وَلَا تَكْنُوا 

“Jika ada orang membangga-banggakan kebanggaan jahiliyah maka suruhlah ia menggigit kemaluan ayahnya dan tidak usah pakai bahasa kiasan terhadapnya.” (HR Ahmad).
Paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa telah menjadi penjara imajiner yang menghalangi kaum Muslim menolong saudaranya. Paham ini membelenggu tangan dan kaki umat untuk menghilangkan penderitaan yang tengah menimpa saudara seiman. Bahkan paham nasionalisme sanggup membutakan mata dan hati umat bahwa saudara seiman itu adalah bersaudara. Padahal Nabi saw. telah mengingatkan:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ

Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan tidak menelantarkan saudaranya (HR Muslim).
Negara-bangsa dan paham nasionalisme adalah konsep yang dirancang oleh negara-negara Barat imperialis untuk memudahkan mereka menghancurkan Khilafah Islamiyah lalu menjajah negeri-negeri tersebut. Dibuatlah oleh mereka negara-negara boneka dengan para penguasa yang berada dalam kendali mereka. Mereka, misalnya, mengendalikan para penguasa itu agar jangan sampai menghapuskan negara zionis Yahudi yang sudah mereka rancang agar menjadi kanker ganas di jantung kaum Muslim.

Karena itu persoalan umat di Palestina—juga di Myanmar, India, Cina dan berbagai penjuru dunia lain—hanya bisa dituntaskan jika umat bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Khalifah akan melindungi dan menjaga semua kepentingan umat. Ini karena Khalifah adalah perisai umat, sebagaimana sabda Nabi saw.:

إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ 

Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya pelindung (HR Muslim).
  
Dengan Khilafah, potensi kekuatan militer kaum Muslim yang sangat besar di berbagai negeri Islam bisa disatukan sekaligus digerakkan untuk melakukan jihad (perang) terhadap Yahudi dan para pelindungnya, khususnya Amerika Serikat. Dengan itu kaum Muslim dengan mudah bisa menghapuskan eksistensi kaum zionis penjajah dari atas negeri Palestina. 

Dengan Khilafah, kelak umat ini sanggup memimpin dunia setelah menyingkirkan dominasi negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, atas dunia dan kaum Muslim. Dengan Khilafah pula, umat Islam akan sanggup menciptakan tatanan kehidupan dunia yang harmonis di bawah syariah Islam.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

*Hikmah:*

Nabi Saw bersabda:

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ

Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji, dan orang yang berumrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhinya. Dan mereka meminta kepada-Nya, maka Ia berikan kepada mereka (Ia kabulkan). (HR. Ibnu Majah)

Jumat, 31 Mei 2024

Tagged under: ,

Pengelolaan Tambang Sesuai Syariah Islam


Buletin Kaffah No. 345 (22 Dzulqa’dah 1445 H/31 Mei 2024 M)

Salah satu kasus korupsi terbesar di negeri ini dalam sepuluh tahun terakhir ini adalah korupsi tambang timah sebesar Rp 271 triliun. Kasus dugaan megakorupsi PT Timah senilai Rp 271 triliun ini hanyalah puncak gunung es dari kusutnya tata kelola tambang Indonesia. Sebelumnya, PT Pertamina, PT Antam, hingga PT PLN juga menjadi langganan kasus korupsi. Pelakunya mulai dari korporasi swasta hingga perorangan; menyeret pejabat teras kementerian hingga pimpinan tertinggi BUMN tambang, politisi dan kepala daerah.

Terkait tata kelola tambang yang karut-marut ini, KPK mengidentifikasi, dari sekitar 11.000 izin tambang di seluruh Indonesia, 3.772 izinnya bermasalah dan dicurigai terjadi korupsi yang melibatkan kepala daerah pemberi izin. Akibatnya, negara dirugikan hingga ratusan triliun rupiah (Kompas.id, 31/3/2024).

Padahal menurut Mantan Menko Polhukam Mahfud MD, mengutip pernyataan mantan Ketua KPK Abraham Samad, jika celah korupsi di bidang pertambangan bisa diatasi, setiap warga Indonesia bisa memperoleh Rp 20 juta per bulan. Abraham menilai pernyataannya itu merujuk pada analisis yang pernah dilakukan KPK 10 tahun lalu (News.detik.com, 21/3/2023).

Akar Penyebab: Sistem yang Korup

Di antara akar persoalan korupsi di sektor pertambangan adalah adanya aturan/sistem yang korup (rusak) berupa kebijakan swastanisasi bahkan liberalisasi atas nama investasi. Dalam upaya untuk menarik investasi, Pemerintah Indonesia aktif memberikan insentif untuk mendorong investasi swasta/asing. Salah satunya adalah pemberian konsesi penguasaan lahan kepada para investor di berbagai sektor seperti kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masa HGU dapat berlangsung paling lama selama 35 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun, serta dapat diperbarui hingga 35 tahun. 

Di sektor pertambangan, Pemerintah telah memberikan berbagai keistimewaan investasi bagi para investor. Pada tahun 1967, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 11/1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang mengatur pemberian konsesi tambang kepada pihak swasta. UU ini diinisiasi oleh kekosongan hukum ketika Freeport McMoRan ingin berinvestasi pada tambang emas dan tembaga di Papua. Freeport kemudian mendapatkan konsesi selama 30 tahun, yang kemudian diperpanjang menjadi 50 tahun. Lalu pada tahun 2020, Pemerintah dan DPR sepakat merevisi UU Minerba untuk memberikan perpanjangan usaha kepada beberapa perusahaan batubara raksasa swasta yang hampir habis masa konsesinya.

Pemerintah Indonesia juga mendorong investasi di sektor migas dengan memberikan konsesi pengelolaan migas kepada perusahaan swasta/asing. Berdasarkan UU No. 22/2001, jangka waktu Kontrak Kerja Sama Migas dapat berlangsung paling lama selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 20 tahun. 

Dampak Negatif

Kehadiran investasi swasta dan asing melalui berbagai insentif, termasuk dalam bentuk pemberian konsesi tersebut, telah menciptakan dampak negatif. Di antaranya: Pertama, menciptakan ketimpangan ekonomi yang luas. Sebagai contoh, total tanah yang diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan yang mencapai 36,8 juta hektar. Sebanyak 92 persen diberikan kepada korporasi, sementara yang diberikan kepada rakyat hanya 3,1 juta hektar atau sekitar 8% (Walhi dan Auriga, 2022). 

Kedua, menyebabkan penguasaan sektor-sektor ekonomi, di antaranya sektor pertambangan, hanya pada segelintir korporasi. Peran rakyat terpinggirkan. Bahkan peran BUMN dan BUMD pada berbagai sektor, seperti pertambangan dan perkebunan, cenderung minimalis dibandingkan dengan pelaku swasta/asing.

Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut, khususnya sektor pertambangan, lebih banyak mengalir kepada swasta/asing dibandingkan kepada negara. 

Keempat, mendorong peningkatan kerusakan lingkungan. Ini karena perusahaan-perusahaan swasta/asing hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka sering tak peduli atas pencemaran air, udara dan tanah, yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Perusahaan-perusahaan tambang batubara dan timah di Indonesia, misalnya, membiarkan lubang-lubang tambang mereka terbengkalai tanpa melakukan reklamasi. Eksploitasi yang dilakukan perusahaan tambang nikel telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitar tambang. Banjir menjadi sering terjadi. Air sungai dan laut menjadi keruh sehingga penduduk kesulitan mendapatkan air bersih dan kesulitan menangkap ikan yang menjadi mata pencaharian mereka. Inilah bencana ekologis yang—jika dinilai dengan uang—merugikan masyarakat hingga ratusan triliun rupiah.

Pengelolaan Tambang Sesuai Syariah

Dalam pandangan Islam, tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Dasarnya antara lain adalah Hadis Nabi saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra. Disebutkan demikian:

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ

Sungguh dia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah ushul:

العِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَفْظِ، لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ

Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125). 

Berdasarkan hadis di atas, tambang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah—tak hanya tambang garam, sebagaimana dalam hadis di atas—haram dimiliki oleh pribadi/swasta, apalagi pihak asing. Termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya. Lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dengan pengelolaan berdasarkan syariah Islam, potensi pendapatan negara dari harta milik umum, khususnya sektor pertambangan, sangatlah besar. Secara ringkas, perhitungannya adalah sebagai berikut: 

Minyak: Dengan produksi 223,5 juta barel, harga rata-rata USD 97 perbarel, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 54,1%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 183 triliun.

Gas Alam (Natural Gas): Dengan produksi 2,5 miliar MMBTU, harga rata-rata USD 6,4 per MMBTU, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 54,1%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 136 triliun.

Batubara: Dengan produksi 687 juta ton, harga rata-rata 345 per ton, dan nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 57,4% maka laba yang diperoleh sebesar Rp 2.002 triliun. 

Emas: Dengan produksi 85 ton, harga rata-rata USD 63,5 juta per ton, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 34,9%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 29 triliun. 

Tembaga: Dengan produksi 3,3 juta ton, harga rata-rata USD 8.822 per ton, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 34,9%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 159 triliun.

Nikel: Dengan produksi bijih nikel yang setara dengan 1,8 juta ton nikel, harga rata-rata USD 2.583 per ton, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 26,6%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 189 triliun.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka potensi pendapatan dari harta milik umum (batubara, minyak mentah, gas, emas, tembaga dan nikel dapat diperoleh laba sebesar Rp 5.510 triliun (dua kali lipat APBN yang 77% pemasukannya dari pajak). Ini jika ditambah dengan hasil hutan dan hasil laut. Pendapatan sebesar ini belum termasuk dari 12 sumber pendapatan lain yang juga memiliki potensi penerimaan yang cukup besar (Lihat: Muis, “Sumber Penerimaan Negara Islam Tanpa Pajak dan Utang,” Al-Waie, Maret 2024). 

Agar semua itu bisa terwujud, jelas negara ini harus diatur oleh syariah Islam. Bukan oleh aturan-aturan dari ideologi Kapitalisme sebagaimana saat ini, yang memberikan keleluasaan sedemikian rupa kepada pihak swasta/asing dalam menguasai sebagian besar harta kekayaan milik umum, di antaranya aneka tambang yang sangat berlimpah di negeri ini. Selain itu, hukuman yang tegas sesuai ketentuan syariah Islam terhadap para koruptor—khususnya yang melakukan korupsi atas harta kekayaan milik umum (rakyat)—wajib ditegakkan. 

Karena itu penerapan syariah Islam dalam pengaturan negara ini di segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi, khususnya lagi dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, harus segera diwujudkan. Sebabnya jelas, Allah SWT telah memerintahkan semua Muslim—tanpa kecuali—untuk mengamalkan syariah Islam secara menyeluruh (kâffah), sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (QS al-Baqarah [2]: 208).

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara: padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Jumat, 03 Mei 2024

Tagged under: ,

Jangan Biarkan Rakyat Mabuk Judi Online!


Buletin Kaffah No. 341 (24 Syawal 1445 H/03 Mei 2024 M)

Sungguh memprihatinkan. Penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim ternyata banyak kecanduan judi online. Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan transaksi judi online di Indonesia meningkat. Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp 100 triliun. Berdasarkan data di PPATK, pada tahun 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.

*Memiskinkan dan Menyengsarakan*

Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 perputaran judi online di Nusantara tembus Rp 517 triliun. Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online. Prihatinnya lagi, lebih dari 2 juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil hingga ibu rumah tangga.

Penyebab banyak orang, terutama masyarakat ekonomi lemah, terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir akut; berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Apalagi mereka bisa ikut taruhan tanpa perlu modal besar.

Padahal kerusakan akibat mencandu permainan haram itu sudah nyata: depresi dan stress bahkan nekat bunuh diri akibat kalah berjudi; pencurian dan perampokan meningkat demi bisa bermain judi online; keluarga dan pernikahan juga hancur. Sejumlah Pengadilan Agama daerah melaporkan perceraian akibat judi online terus bertambah di tanah air. Permainan judi nyata memiskinkan dan menyengsarakan. 

Dalam sistem kehidupan berbasis ideologi Kapitalisme, perjudian legal karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.

*Sulit Diberantas?*

Meski judi online ini sudah lama menjamur di tanah air dan menyengsarakan masyarakat, namun baru belakangan Pemerintah mulai serius menanganinya. Ini setelah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menyatakan akan membentuk satgas pemberantasan judi online. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melaporkan telah memutus akses atau takedown 60.582 konten terindikasi perjudian online selama periode September 2023. PPATK pun telah menghentikan sementara 3.935 rekening dengan saldo Rp 160,6 miliar. Mabes Polri membeberkan Satgas Judi Online itu telah menangkap 1.158 tersangka.

Namun, faktanya judi online masih terus marak di tengah masyarakat. Pemerintah melalui Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi slot adalah tantangan berat. Ini karena banyak pelaku atau bandar judi online bersembunyi di luar negeri. Ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti menghadapi hantu. Alasannya, judi online itu lintas negara. Servernya bisa ada di mana-mana.

Pernyataan Pemerintah ini jelas sulit diterima. Sebabnya, masyarakat sendiri sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Begitu pula sejumlah selebritis dan aktor/aktris nasional masih terus mempromosikan judi online di berbagai platform media sosial. Belum ada satu pun dari mereka yang dijerat hukum.

Karena itu keseriusan Pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya jadi diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian.

*Haram Mutlak*

Syariah Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ’illat apapun, juga tanpa pengecualian. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan (TQS al-Maidah [5]: 90).

Dalam ayat di atas Allah SWT menyejajarkan judi dengan minuman keras, berhala dan mengundi nasib (azlam). Ini menunjukkan keharamannya secara mutlak. Demikian kerasnya keharaman tersebut hingga Allah menyebutnya sebagai perbuatan setan, rijs[un] (kotor/najis). Karena itu Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk menjauhi semua perbuatan tersebut agar mendapatkan keberuntungan.

Allah SWT juga berfirman:

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Sungguh setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman keras dan judi; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan (melaksanakan) shalat. Karena itu tidakkah kalian mau berhenti? (TQS al-Maidah [5]: 91).

Syaikh Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa penyebutan berbagai keburukan pada ayat di atas mengisyaratkan adanya bahaya besar dan kejahatan materi dari kriminalitas perjudian dan minuman keras, yaitu: “Sungguh setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan menunaikan shalat. Karena itu berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Ash-Shabuni, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, 1/562).

Beliau juga menyebutkan bahaya judi tidak lebih ringan dibandingkan dengan minuman keras, yakni menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara para penjudi, menghalangi orang dari mengingat Allah dan dari menunaikan shalat, merusak masyarakat, membiasakan manusia di jalan kebatilan dan kemalasan, mengharapkan keuntungan tanpa kerja keras dan usaha, menghancurkan keluarga dan rumah tangga (Ash-Shabuni, Rawâbi’ al-Bayân Tafsîr Ayât al-Ahkâm min al-Qur’ân, 1/281).

Berjudi termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah SWT. Nabi saw. bersabda kepada Kaab bin Ujrah ra.:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Wahai Kaab bin ‘Ujrah, sungguh daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram berhak dibakar dalam api neraka (HR at-Tirmidzi).
Keharaman judi dan sanksinya ini mengikat semua warga negara; Muslim maupun non-Muslim (ahlu dzimmah). Negara tidak boleh membiarkan atau memberikan izin perjudian online maupun melokalisasi perjudian. Contohnya seperti yang dilakukan oleh sebagian negeri Muslim hari ini yang menyediakan kawasan judi untuk non-Muslim. Memberikan izin perjudian walaupun kepada kalangan non-Muslim sama artinya dengan menghalalkan perjudian. Karena itu memungut pajak dari perjudian juga haram. Nabi saw. bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Akan datang suatu zaman saat manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram (HR al-Bukhari).

*Lindungi Umat!*

Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekadar himbauan moral belaka. Allah SWT pun telah mewajibkan kaum Muslim untuk menegakkan sanksi pidana (’uqûbât) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksi bagi mereka berupa ta’zîr, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada Khalifah atau kepada qâdhi (hakim).

Syaikh Abdurrahman Al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai. Beliau juga menjelaskan bahwa Khalifah atau qâdhi memiliki otoritas menetapkan kadar ta’zîr ini. Karena itu pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara bahkan dihukum mati.

Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariah Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan apalagi mengundi nasib lewat perjudian.

Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas serta jaminan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariah Islam maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.

Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan syariah Islam di dalam naungan Khilafah, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalistik seperti hari ini. Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sementara berbagai bisnis kotor seperti perjudian terus menjamur seperti tidak bisa dihentikan.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

*Hikmah:*

Rasulullah saw. bersabda:

وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ ‌أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ

Siapa saja yang berkata kepada kawannya, ”Mari aku ajak kamu berjudi,” hendaklah dia bersedekah! (HR al-Bukhari).