300x250 AD TOP

Jumat, 10 November 2017

Tagged under:

Haramnya Melakukan Adu-Domba

*** KITAB RIYAADHUSSHOLIHIIN ***
Karya ahlul hadiits Imam An Nawawi.
(631 H - 676 H).

*Bab  257 :  Haramnya Melakukan Adu-Domba.*

Yaitu Memindahkan Kata-kata Antara Manusia Dengan Maksud Hendak Merusak.

*بسم الله الرحمن الرحيم*

Allah Ta'ala berfirman :

هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۢ  بِنَمِيْمٍ

"suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah,"
(QS. Al-Qalam 68: Ayat 11).

Allah Ta'ala berfirman pula :

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

"Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)."
(QS. Qaf 50: Ayat 18).

1533. Dari Hudzaifah r.a. katanya : "Rasulullah s.a.w. bersabda :
"Tidak dapat masuk syurga seseorang yang gemar mengadu domba."
(Muttafaq 'alaih).

1534. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melewati dua buah kubur, lalu bersabda : "Sesungguhnya dua orang yang telah mati ini disiksa, tetapi tidaklah mereka disiksa
karena kesalahan besar.
Ya, tetapi sebenarnya besar juga. Adapun yang seorang di antara keduanya itu dahulunya
-ketika di dunia- suka berjalan dengan melakukan adu domba, sedang yang lainnya, ia tidak menyelesaikan samasekali kencingnya dengan bersih
-yakni di waktu kencing kurang memperdulikan kebersihan serta kesucian dari najis."
(Muttafaq 'alaih). Ini adalah lafaz dari salah satu riwayat Imam Bukhari.
Para ulama berkata bahwa maknanya : "Tidaklah mereka itu disiksa karena
melakukan kesalahan yang besar," yakni bukan kesalahan besar menurut anggapan kedua orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan hal besar - berat - bagi yang meninggalkan kebersihan dari najis.

1535. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : "Tahukah kalian, apakah kedustaan besar itu ?.
Yaitu Namimah atau banyak bicara adu domba antara manusia."
(Riwayat Muslim).

*ULASAN :*

Agama Islam mengajarkan ahlak, adab, sopan-santun dan kebersihan diri secara lahir dan bathin.
Seharusnya seorang muslim memahami bagaimana ber interaksi dengan dirinya dan masyarakat sosial dengan benar dan baik sesuai pedoman agama Islam.

Hadits diatas menerangkan cara ber interaksi dalam kehidupan sosial dan sangsi atas pelanggarannya.

Diantara sebab terjadinya pelanggaran tersebut adalah :

*a). ANANIYYAH (egoisme).*
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri, bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.

*b). GADHAB.* (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.
Adapun marah yang dibolehkan adalah marah pada hal yang positif, yaitu
marah karena Allah (ghodhobullah), yang berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah, dan iapun marah karena Allah.

*c). HASAD.*
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

*d). GHIBAH.*
Ghibah adalah penyakit hati yg memakan kebaikan, mendatangkan keburukan serta    membuang-buang waktu secara sia-sia. Penyakit ini meluas di masyarakat karena kurangnya pemahaman agama, kehidupan yg semakin mudah, dan banyaknya waktu luang yang disia-siakan. Kemajuan teknologi telekomunikasi misalnya juga turut menyebarkan penyakit masyarakat ini. 
Hakekat Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yg tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan, pada nasab, tabiat, ucapan, maupun agama, hingga pada pakaian, rumah, atau harta miliknya yang lain.
Menyebut kekurangan yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus, dan lain sebagainya.
Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik, dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab :
“ Yang saya katakan ini benar adanya!”,
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah.
Ketika ditanyakan kepada beliau bagaimana bila yg disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan, beliau menjawab :
“ Jika yg engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yg engkau sebut tidak ada pada orang yg engkau sebut maka engkau telah melakukan dusta atasnya.” 
Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan, atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir, dan lain sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan atau mengejek seseorang kepada orang lain.

Semoga Allah mengampuni dan melindungi kita dari melakukan hal-hal buruk yang mengakibatkan azab.

0 comments:

Posting Komentar