300x250 AD TOP

Selasa, 26 Desember 2017

Tagged under:

Seseorang Masuk Surga Atau Masuk Neraka Itu Tergantung Amalan Di Akhir Hayatnya

ONE DAY ONE HADIST

Selasa,  26 Desember  2017 M/ 7 Rabiul Akhir 1439 H

عَنِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kamu dihimpunkan kejadiannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, lalu berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh dan diperintahkan untuk mencatat empat perkara: mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke neraka. Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli surga, ia pun masuk ke surga” (HR. Bukhari dalam Bab Bad'ul Khalqi, bab jihad no 77, dan al Lu'lu' wal Marjan Bab Bunuh Diri no. 72).

Syarh Hadits:

Maksud hadits “Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja,” adalah seseorang yang menurut pandangan mata manusia mengerjakan amalan surga dan ketika sudah mendekati ajalnya mengerjakan amalan penduduk neraka, kemudian ia dimasukkan ke dalam neraka. Jadi yang dimaksud ‘jaraknya dengan surga atau neraka tinggal sehasta‘ bukan tingkatan dan kedekatannya dengan surga, namun waktu antara hidupnya dengan ajalnya tinggal sebentar, seperti sehasta.

Yang patut kita pahami dari hadits ini, bukan berarti ketika kita sudah berusaha melakukan kebaikan dan amalan ibadah maka Allah akan menyia-nyiakan amalan kita. Karena hadits di atas diperjelas dengan hadits lainnya, yaitu,

“Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan ahli Surga menurut pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk Neraka.” (HR. Muslim no. 112 dengan sedikit perbedaan lafazh dari yang tercantum)

Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud hadits ini, “Amalan ahli surga yang dia amalkan hanya sebatas dalam pandangan manusia, padahal amalan ahli surga yang sebenarnya menurut Allah, belumlah ia amalkan. Jadi yang dimaksud dengan ‘tidak ada jarak antara dirinya dengan surga melainkan hanya sehasta’ adalah begitu dekatnya ia dengan akhir ajalnya.”

Sedangkan maksud hadits, “Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka,” artinya, kemudian orang tersebut meninggalkan – kebiasaan – amalan ahli surga yang sebelumnya dia amalkan. Hal itu disebabkan adanya sesuatu yang merasuk ke dalam hatinya – semoga Allah melindungi kita dari hal ini – yang menjerumuskan orang tersebut ke dalam neraka.

Hal ini perlu diperjelas agar tidak ada prasangka buruk terhadap Allah ta’ala. Karena seorang hamba yang melaksanakan amalan ahli surga dan ia melakukannya dengan jujur dan penuh keikhlasan, maka Allah tidak akan menelantarkannya. Allah pasti memuliakan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Namun bencana dalam hati bukan

merupakan suatu perkara yang mustahil – semoga Allah melindungi kita dari hal ini -.

Contoh kisah untuk memperjelas hadits ini yang terjadi di zaman nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

Ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersama beliau dalam suatu peperangan. Sahabat ini tidak pernah membiarkan kesempatan untuk membunuh lawan melainkan ia pasti melakukannya, sehingga orang-orang merasa takjub melihat keberaniannya dan mereka berkata, “Dialah yang beruntung dalam peperangan ini.” Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia termasuk ahli Neraka.”

Pernyataan Rasulullah ini menjadi perkara besar bagi para sahabat radhiallahu ‘anhum dan membuat mereka bertanya-tanya keheranan. Maka seseorang diantara mereka berkata, “Aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.”

Kemudian orang yang pemberani ini terkena panah musuh hingga ia berkeluh kesah. Dalam keadaan itu ia mencabut pedangnya, kemudian ujung pedangnya ia letakkan pada dadanya, sedangkan genggaman pedangnya ia letakkan di tanah, lalu ia menyungkurkan dirinya (ke arah depan), hingga pedang tersebut menembus punggungnya (alias ia bunuh diri). Na’udzu billah.

Orang yang mengikutinya tadi datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”

“Kenapa engkau katakan itu?” sabda Rasulullah.

Ia berkata, “Sesungguhnya orang yang engkau katakan tentangnya dia termasuk ahli neraka, telah melakukan suatu tindakan (bunuh diri, ed.).” Maka setelah itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya orang itu telah beramal dengan amalan ahli surga pada pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk neraka.” (HR. Bukhari (no.2898) dan Muslim (no.112))

Maksud kata-kata, “yang benar lagi dibenarkan” adalah yang benar ucapannya lagi dibenarkan wahyu yang dibawanya.

Maksud kata-kata, “Sesungguhnya setiap kamu dihimpunkan kejadiannya di perut ibunya” menurut sebagian ulama adalah, bahwa mani dalam rahim seorang ibu berhamburan, lalu Allah Subhaanahu wa Ta’aalamenghimpunnya di rahim di tempat kelahiran dalam masa tersebut (40 hari).

Hadits di atas juga menunjukkan beberapa hal berikut:

Allah Subhaanahu wa Ta’aalamengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami nanti, termasuk masalah bahagia dan celaka.

Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.

Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Oleh karena itu, hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru ia harus selalu memohon kepada Allah agar diberikan keteguhan dan akhir hayat yang baik (husnul khatimah).

Hendaknya seorang tenang dalam masalah rezeki, dan qana’ah (menerima apa adanya) dengan menjalani sebab-sebabnya serta tidak terlalu mengejarnya dan mencurahkan hati kepadanya.

Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali apabila dia telah menyempurnakan umurnya.

Hadits ini juga menjelaskan bahwa tobat dapat menghapuskan amal yang dikerjakannya di masa lalu.

Hadits ini menyuruh kita untuk tidak hanya memiliki rasa rajaa’ (berharap) saja, namun hendaknya kita menyertakan rasa khauf (khawatir).

Sabda Beliau “Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta akan tetapi catatan itu mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke neraka”, hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya orang yang mengerjakan amalan ahli surga niatnya baik, karena orang tersebut meskipun tampak di hadapan manusia mengerjakan amalan penduduk surga namun memiliki niat yang buruk, dan niat buruk itu menguasai dirinya sehingga ia mendapatkan suu’ul khaatimah (akhir hayat yang buruk), nas’alullahas salaamah wal ‘aafiyah.

Perubahan kondisi manusia dari buruk menjadi baik banyak terjadi, tetapi perubahan kondisi manusia dari baik menjadi buruk sangat jarang, wal hamdulillah. Hal ini karena kelembutan Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan rahmat-Nya.

Sebagian ulama dan orang bijak mengatakan, bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan seorang ibu secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa kasih sayang kepada ibu. Meskipun sebenarnya Allah mampu menciptakannya langsung sekaligus.

Janin manusia apabila di bawah usia empat bulan (120 hari), maka dia belum dihukumi sebagai manusia yang hidup. Oleh karena itu, jika keguguran terjadi setelahnya baru berlaku dimandikan, dikafankan dan dishalatkan.

Dalam hadits ini terdapat dalil terhadap adanya qadar, dimana hal ini merupakan ‘akidah Ahlussunnah wal jamaa’ah, dan bahwa semua yang terjadi adalah dengan taqdir Allah. Dia tidaklah ditanya terhadap apa yang Dia lakukan, sedangkan merekalah yang ditanya, dan Dia tidak boleh diprotes dalam kerajaan-Nya, Dia berbuat dalam kerajaan-Nya apa yang Dia kehendaki, dan perbuatannya di atas hikmah, ihsan dan keadilan-Nya. Dia tidak pernah menzalimi seorang pun meskipun seberat dzarrah.

Imam As Sam’aniy berkata, “Untuk mengetahui hal ini jalannya adalah taufiq dari Al Qur’an dan As Sunnah, bukan qiyas semata dan akal semata. Barang siapa yang berpindah dari taufiq, maka ia akan sesat dan kebingungan dan tidak akan sampai kepuasan jiwa serta ketenangan hati, karena qadar itu rahasia di antara rahasia Allah, dimana terhadapnya telah dibuatkkan tirai, sehingga hanya diketahui oleh-Nya Subhaanahu wa Ta’aala, dan Dia menutupnya dari akal makhluk serta pengetahuan mereka. Allah Ta’ala telah menutup pengetahuan qadar dari alam semesta, sehingga ia tidaklah diketahui oleh malaikat maupun nabi yang diutus”.

Telah disebutkan dalam banyak hadits larangan meninggalkan beramal karena bersandar dengan taqdir, bahkan kita tetap diperintahkan beramal, dan masing-masing akan dimudahkan kepada sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Oleh karena itu, siapa yang termasuk orang bahagia, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan memudahkan kepadanya untuk mengerjakan amalan orang yang berbahagia, dan siapa yang termasuk orang celaka, maka Allah akan mudahkan untuk mengerjakan amal orang yang celaka.

Para ulama berkata, “Kitab Allah Ta’ala, lauh (tempat dituliskan taqdir)-Nya dan pena-Nya, semua itu wajib diimani, adapun bentuk dan sifat-Nya, maka pengetahuan hal itu dikembalikan kepada Allah Ta’ala, manusia tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, kecuali apa yang dikhendaki-Nya.”

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

0 comments:

Posting Komentar