300x250 AD TOP

Sabtu, 24 Februari 2018

Tagged under: ,

Menjaga dan Memuliakan Ulama

Buletin Kaffah_29_7 Jumada ats-Tsaniyah 1439 H- 23 Februari 2018 M

Sejak akhir Januari hingga kini terjadi berbagai serangan terhadap ulama, ustadz, masjid dan pesantren di berbagai wilayah di negeri ini. Kasus pertama menimpa Pimpinan Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai shalat subuh di masjid pada Sabtu (27/1). Polisi lalu menangkap pelaku penganiayaan yang kemudian dinyatakan lemah ingatan.

Kemudian muncul kasus lain yang menimpa Komando Brigade PP Persis, Ustadz Prawoto. Beliau bahkan wafat setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya oleh seorang pria pada Kamis (2/1) pagi (Republika, 2/2/2018).

Setelah itu bermunculan kasus lain. Di Jawa Timur, dua pengasuh Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri, KH Zainuddin Jazuli dan KH Nurul Huda Jazuli, disatroni oleh orang tak dikenal dengan membawa pisau sambil berteriak-teriak. Pelaku kemudian diamankan oleh Polres Kediri untuk diinterogasi (JawaPos, 20/2018).

Sebelumnya terjadi penyerangan pada Ahad, 18 Februari 2018, kepada KH Hakam Mubarok, pengasuh Pesantren Karangasem, Paciran, Lamongan. Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera, pelaku yang bernama Nandang Triyana bin Satibi, 23 tahun, warga Kabupaten Cirebon, Jawa Barat diduga gila (Tempo, 19/2/2018).

Selain itu Masjid Baiturrahim Jl Sumurgempol No 77 Karangsari Tuban Jawa Timur dirusak oleh orang yang tidak dikenal pada Selasa (12/2) dini hari. Menurut informasi dari Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera, pelaku diduga mengalami gangguan jiwa (Republika, 13/2/2018).

Masih banyak kasus lainnya yang  datang silih berganti dengan kesamaan modus: menyerang ulama, ustadz, atau merusak masjid; lalu ketika pelakunya tertangkap, mereka dinyatakan mengalami gangguan jiwa atau gila.

Ada Rekayasa?

Tentu berbagai kasus yang terjadi tersebut harus ditangani oleh aparat negara secara serius, seksama dan transparan. Tuntutan dari masyarakat bermunculan.  Di antaranya dari 300 ulama perwakilan Pondok Pesantren se-Priangan Timur yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Situasi (FMPS) yang menghadiri rapat di Ponpes An-Nur Jarnauziyyah, Rabu (14/2). Forum tersebut mencurigai adanya rekayasa kasus serangan orang berstatus gila pada ulama (Republika, 14/2/2018).

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur pun mendesak Kepolisian mengusut tuntas siapa dan apa di balik insiden penyerangan berantai terhadap tokoh agama dan tempat ibadah yang belakangan ini terjadi di tiga wilayah di Jawa Timur. “Apakah ini kriminal murni atau ada gerakan by design atas semua peristiwa yang terjadi belakangan ini?” kata Ketua PWNU Jawa Timur, KH. M Hasan Mutawakkil Alallah (Tempo, 19/2/2018).

Bahkan Pengasuh Pesantren Al-Amien Kediri, yang juga kiai sepuh Nahdlatul Ulama, KH Anwar Iskandar, memperingatkan agar kasus penyerangan terhadap ulama tidak dibiarkan berlarut-larut. Jika dibiarkan, kepercayaan masyarakat kepada negara lambat-laun akan turun. KH Anwar mempertanyakan kinerja aparat Kepolisian yang cenderung lamban. Seharusnya aksi ini sudah bisa dicegah dan dilacak siapa dalangnya. “Menemukan teroris sampai orang hilang saja bisa, masak ini sulit sekali?” ucapnya (Tempo, 19/2/2018).

Demikian juga yang disampaikan oleh mantan ketua umum PP Muhammadiyah, M Dien Syamsuddin. "Saya juga meminta agar Polri melakukan upaya pencegahan dan perlindungan atas pemuka agama, serta mengawasi orang-orang gila (atau berpura gila)," kata Din, (Republika.co.id, 18/2/18).

Pernyataan dari Kepolisian yang dinilai terburu-buru, yang menyebutkan bahwa pelaku penyerangan itu mengalami gangguan jiwa, juga mendapatkan kritik keras. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Danardi Sosrosumihardjo merasa, penyebutan pelaku penyerangan sebagai penyandang gangguan jiwa atau orang gila terlalu cepat dilakukan. Untuk mengatakan itu perlu pembuktian melalui diagnosis dokter. "Itu rasanya perlu d

ikoreksi menurut saya," kata dia (Republika, 14/2/2018).

Di sini tentu masyarakat menunggu keseriusan Pemerintah dalam menangani berbagai kasus penyerangan ini.

Negara Wajib Menjamin Rasa Aman

Salah satu tugas negara adalah memberikan jaminan rasa aman kepada rakyatnya. Siapapun mereka. Apalagi bila yang harus dijaga keamanannya adalah ulama. Serangan terhadap ulama menunjukkan bahwa jaminan rasa aman di negeri ini masih mahal. Aparat pun malah terkesan meremehkan berbagai peristiwa tersebut. Dalam wawancaranya dengan media, Kapolri menyebutkan bahwa berbagai serangan itu adalah kriminal biasa (Republika, 13/2/2018). Rentetan peristiwa ini pun dianggap sebagai kebetulan belaka. Ini sebagaimana yang disebutkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal (Republika, 2/2/2018).

Ulama Harus Tetap Istiqamah

Sedemikian beratnya beban yang dipikul para ulama. Di satu sisi mereka memiliki tugas untuk menjadi penerang umat ke jalan Islam. Di sisi lain mereka pun harus menghadapi teror yang sedemikian dahsyat. Di sinilah ujian bagi para ulama untuk tetap istiqamah mengemban predikat pewaris para nabi.

Ulama harus tetap menjalankan amanah dan fungsinya. Mereka harus tetap menunjukkan bahwa mereka adalah pewaris nabi dari segi keilmuan, ketakwaan, keberanian, keikhlasan, ketawakalan, dll. Mereka pun harus tetap menunjukkan diri sebagai penjaga dan pengayom umat.

Sedemikian pentingnya ulama, dapat disebutkan bahwa tanpa keberadaan ulama manusia akan bodoh dan mudah tergoda setan, baik dari jenis manusia maupun jin. Karena itu keberadaan ulama merupakan nikmat Allah SWT yang diberikan kepada penduduk bumi. Merekalah lentera-lentera yang menerangi, para pemimpin yang memberi petunjuk dan hujjah Allah di atas bumi. Merekalah yang akan memusnahkan segala pemikiran sesat serta segala bentuk keraguan dari dalam hati dan jiwa manusia. Merekalah pondasi keimanan dan kekuatan umat. Mereka laksana bintang-bintang di langit yang memberi terang dalam kegelapan dunia. Rasulullah saw. bersabda:

«إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِى الأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِى السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِى ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْر
Sungguh perumpamaan para ulama di bumi seperti bintang-bintang di langit yang dengan cahayanya menerangi kegelapan di darat dan di laut (HR Ahmad).

Merekalah pewaris nabi, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

«وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ»
Sungguh ulama itu adalah pewaris para nabi  (HR Abu Dawud dan Baihaqi).

Semua keutamaan itu diperuntukan bagi para ulama yang berjalan di atas kebenaran, mencintai kebaikan, melaksanakan amar makruf nahi munkar, mengoreksi dan menasihati para penguasa, bekerja siang-malam demi kemaslahatan kaum Muslim, memperhatikan urusan-urusan umat dan siap menanggung kesulitan.

Semua kemuliaan ini diperuntukkan bagi para ulama pembela dan penjaga Islam; yang menyeru para penguasa untuk menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan dengan lisan yang jujur dan hati yang kokoh; yang menghiasi dirinya dengan akhlak para nabi; yang perbuatannya merupakan terjemahan hukum al-Quran dan as-Sunnah. Mereka adalah orang-orang yang berkata kepada orang-orang yang zalim tentang kezalimannya. Mereka memperbaiki apa yang rusak dan meluruskan apa yang bengkok. Mereka tidak gentar terhadap siapa pun dan tidak takut celaan para pencela karena Allah SWT. Mereka tidak takut kepada para penguasa zalim atau para diktator karena mereka mengimani sabda Rasululullah Muhammad saw., “Siapa saja yang melihat penguasa zalim, menghalalkan apa yang Allah haramkan, melanggar janji-Nya, menyalahi Sunnah-Nya, memperlakukan hamba-Nya dengan dosa dan permusuhan, kemudian dia tidak mengubah semua itu baik dengan perbuatan maupun ucapan, maka hak Allah untuk memasukan mereka ke dalam neraka.” (HR ath-Thabrani dalam At-Târîkh dan Ibnu al-Atsir dalam Al-Kâmil).

Mereka pun mengimani firman Allah SWT:

وَإِذَ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ
(Ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi k

itab (yaitu), "Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kalian sembunyikan.” (QS Ali Imran [3]: 187)

Wajib Menjaga dan Memuliakan Ulama

Karena itu umat, khususnya penguasanya, wajib menjaga ulama mereka. Tidak boleh umat dan penguasa berdiam diri terhadap teror yang ditujukan kepada para ulama. Umat dan penguasa harus menjaga ulama mereka secara fisik dan langsung, juga dengan membangun opini bahwa betapa penting dan berharganya keberadaan ulama di tengah-tengah umat. Bila ulama ini hilang maka hilanglah mutiara dan penerang kebaikan di tengah umat.

Karena itu umat dan penguasa wajib memuliakan para ulama dan siapapun—khususnya penguasa—haram memusuhi mereka. Pasalnya, Rasulullah saw. telah bersabda:

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ
Siapa saja yang memusuhi waliku maka Aku memaklumkan perang kepada dirinya (HR al-Bukhari). []

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Sungguh orang-orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk yang telah Kami turunkan, setelah Kami menerangkan semua itu kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati  oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati (QS al-Baqarah [2]:159). []

0 comments:

Posting Komentar