300x250 AD TOP

Jumat, 11 Juni 2021

Tagged under:

Akibat Salah Urus BUMN

Oleh: Titi Hutami

Rasanya sulit dipercaya bahwa semua BUMN (Badan Usaha Milik Negara) secara bersamaan mengalami kerugian, bahkan memiliki utang yang jumlahnya sangat fantastis. Perusahaan Listrik Negara (PLN)memiliki utang 500 triliun (https://finance.detik.com/energi/d-5593031/erick-thohir-pln-itu-utangnya-rp-500-triliun). Perusahaan penerbangan yang dibanggakan rakyat, yakni Garuda Indonesia, disinyalir utang 70 triliun (https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-5592837/ada-rugi-rp-14-tbulan-garuda-terancam-bangkrut). Total utang Pertamina jangka pendek dan jangka panjang mencapai Rp 580 triliun lebih (https://rmol.id/read/2021/03/14/478816/manajemen-pertamina-bingung-cari-uang-biaya-hidup-andalkan-utang). PTPN disebut memiliki utang sudah menembus Rp40 triliun atau berkisar Rp48 triliun (https://market.bisnis.com/read/20210120/192/1345614/erick-thohir-sebut-kai-ptpn-hingga-bumn-karya-banyak-utang). PT KAI mengantongi utang senilai Rp15,5 triliun (https://tirto.id/fMHQ). PT Waskita Karya Tbk (WSKT) tiba-tiba secara mengejutkan mencatatkan kerugian sebesar Rp 7,28 triliun (https://www.cnbcindonesia.com/market/20210416122728-17-238431/kalau-ngomongin-utang-ternyata-bumn-rajanya/1 ).  

Produk BUMN di atas antara lain listrik, transportasi udara, bahan bakar minyak (BBM), kelapa sawit untuk minyak goreng, tansportasi darat kereta api, dan jalan tol. Rakyat selama ini memanfatkan produk BUMN tersebut dengan membayar harganya, bukan gratis. Jika telat membayar pun, seperti PLN, terkena denda. Aneh jika kemudian BUMN dikatakan merugi, sementara produknya vital bagi masyarakat dan tanpa ada perusahaan pesaing yang berarti. Seharusnya BUMN dapat meraup keuntungan berlimpah, bukan merugi. Lantas kemana larinya uang rakyat yang sejatinya untuk membayar produk BUMN tersebut?

Alasan utama penyebab kerugian atau utang BUMN adalah pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan, dan adanya dana tambahan dari utang diperkirakan akan menambah peningkatan produk. Nyatanya, utang BUMN terus menggunung dan sulit ditutupi, termasuk membayar bunganya harus melalui utang lagi. 

Akhirnya utang BUMN tidak hanya menjadi urusan negara, tapi rakyat ikut terbebani untuk menutupi utang tersebut. Sementara sebelum ini rakyat tidak pernah menikmati keuntungan BUMN yang seharusnya menjadi haknya. Sekarang ketika BUMN merugi, rakyat harus ikut menderita.  Nasib oh nasib.

Ekonom Indef Didiek Rachbini menjelaskan, utang BUMN dapat digolongkan sebagai utang publik karena dapat berdampak pada anggaran publik. Adapun total utang BUMN dan pemerintah saat ini mencapai lebih dari Rp 8.000 triliun. 

"Ini belum selesai pemerintahan Jokowi, nanti kalau sudah selesai pemerintahannya bisa mencapai Rp 10.000 triliun. Utang APBN dengan BUMN. Ini meningkat semakin pesat," kata Didik.
https://katadata.co.id/agustiyanti/indepth/605c09856dc53/mewaspadai-risiko-tumpukan-utang-bumn\

Penderitaan rakyat tidak hanya sampai di sini. Solusi yang diusulkan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam untuk mengatasi utang BUMN karya dengan menjual asetnya, seperti jalan tol. 

"Namun demikian, aset BUMN Karya sangat besar. Apabila aset tersebut, misal konsesi-konsesi jalan tol bisa dijual, BUMN Karya bisa mendapatkan dana segar yang akan menutup semua kebutuhan likuiditasnya," kata Piter.

Jika konsesnsi jalan tol ada di tangan pengusaha swasta atau asing, tentunya rakyat harus membayar tinggi untuk melewati jalan tol tersebut. BUMN beralih fungsi. Semula BUMN didirikan untuk melayani kepentingan umum dan memberikan pelayanan publik. Ujungnya BUMN membebani dan membawa penderitaan rakyat. Lebih-lebih jika tidak hanya jalan tol yang dilepas ke swasta, tapi semua BUMN menjual asetnya ke pihak swasta atau asing karena perangkap utang, Indonesia hancur berantakan.

Solusi Tuntas

Pertama, penyebab utama kebuntuan yang dihadapi pakar-pakar ekonomi saat ini dalam mengatasi utang BUMN adalah sistem ekonomi kapitalisme yang dijadikan sandarannya. Sistem ekonomi kapitalisme tidak menumbuhkan rasa tanggung jawab bagi pengelola BUMN bahwa keuntungan BUMN adalah milik rakyat, melainkan sekedar merasa bahwa keuntungan BUMN milik Negara dan dirinya sebagai wakil Negara  merasa bebas memanfaatkan keuntungan yang ada atau memberikan gajih dan bonus untuk dirinya atau orang-orang tertentu bebas dengan nominal besar.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, pengelola BUMN dipilih bukan sekedar dilihat dari kemampuannya tapi kekuatan aqidahnya juga, sehingga memiliki sifat amanah dan tanggunga jawab di hadapan Allah SWT. dalam mensikapi keuntungan yang berlimpah dari BUMN. Keuntungan tersebut disalurkan ke baitul maal untuk dimanfaatkan kepentingan rakyat.

Kedua, sistem kapitalisme tidak membatasi masalah kepemilikan, sehingga saham BUMN tidak hanya dapat dimiliki oleh Negara, melainkan dapat bebas dimiliki oleh perorangan, perusahaan swasta atau bahkan perusahaan asing. Dalam kondisi BUMN terpuruk dengan utang yang menggunung akan memungkinkan aset-aset BUMN lepas dari kepemilikan negara kepada kepemilikan swasta atau asing.

Sementara sistem ekonomi Islam merinci masalah kepemilikan. Jika produk BUMN termasuk barang-barang dalam kategori kepemilikan umum/rakyat, maka keuntungannya tidak boleh dikuasai Negara, individu atau swasta/asing. Status Negara hanya mengelola BUMN tersebut dan menyalurkan keuntungannya untuk kemakmuran rakyat melalui baitul maal. Contoh produk BUMN milik umum sesuai syariat Islam adalah listrik, bahan bakar minyak (BBM) yang jumlahnya berlimpah, jalan tol, kereta api, dan lain-lain.

Rasulullah saw. Bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis di atas menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput dan api.  Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Listrik dan BBM diibaratkan api, sedangkan jalan dibaratkan dengan padang rumput.

Dengan demikian, berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.  Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas.  Sifat ini merupakan ‘illat istinbâth[an] perserikatan manusia dalam ketiga hal itu.

Maka dari itu, hadis itu memang menyebutkan tiga macam (air, padang rumput dan api), namun disertai ‘illat, yaitu sifatnya sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas.  Kaidah ushul menyatakan: “Al-Hukm yadûru ma’a ‘illatihi wujûd[an] wa ‘adam[an] (Hukum beredar bersama ‘illat, ada dan tidaknya [‘illat itu]).”

Dengan demikian, apa saja (air, padang rumput, api, sarana irigasi, dan selainnya) yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas—yang jika tidak ada maka masyarakat akan berselisih dalam mencarinya—maka manusia berserikat di dalamnya.

Adapun untuk BUMN dengan produk barang yang bukan termasuk kepemilikan umum, tetap menjadi milik negara. Keuntungannya untuk pengelolaan Negara dan membantu urusan rakyat. Jadi pengelolaan negara tidak pernah membebani rakyat dengan semisal pajak.

Ketiga, orientasi pengelolaan BUMN dalam sistem kapitalisme semata-mata untuk keuntungan/laba, sehingga produknya dijual kepada siapaun, termasuk rakyat, dengan harga pasar. Tidak ada keringanan harga untuk rakyat. Ketika harga pasar naik, rakyat juga akan merasakan kenaikan harga tersebut. Anehnya, saat BUMN rugi, rakyat juga yang menanggung beban kerugian tersebut.

Orientasi pengelolaan BUMN dalam sistem Islam sangat berlawanan dengan sistem kapitalisme. Pengelolaan BUMN dalam sistem Islam dengan tujuan yang pertama adalah memenuhi kebutuhan rakyat. Jika kebutuhan rakyat sudah terpenuhi, maka dibolehkan BUMN mengambil keuntungan/laba untuk kepentingan rakyat juga. Contoh PLN, listrik akan dibagikan dengan cuma-cuma kepada rakyat. Contoh lain PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), air akan dibagikan dengan cuma-cuma untuk kebutuhan rakyat. Kalaupun rakyat harus membayar listrik dan air, hanya sebatas biaya produksi, bukan untuk keuntungan BUMN tersebut. Negara tidak menutup kemungkinan memberikan bensin secara gratis kepada para pelajar dan pekerja. Jadi orientasi BUMN dalam sistem Islam bukan semata keuntungan/laba.

Demikian tiga hal di atas membedakan cara pengelolaan BUMN dalam pandangan sistem kapitalisme dan sistem Islam. Sangat jelas sistem kapitalisme membawa kerugian bagi rakyat, sedangkan sistem Islam sangat mengutamakan kepentingan rakyat.

Kesimpulannya, tidak ada jalan lain untuk mengatasi keruwetan dalam pengelolaan BUMN, melainkan kembali dalam sistem Islam. Karena selama menggunakan sistem di luar Islam, akan terjadi salah urus BUMN dan mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan persoalan BUMN tanpa mengorbankan rakyat. 

Wallahu a’lam.

0 comments:

Posting Komentar