300x250 AD TOP

Kamis, 16 November 2017

Tagged under:

Bahaya Penyebar Fitnah

ONE DAY ONE HADIST

KAMIS , 16 NOVEMBER 2017 M / 27 SHAFAR 1439 H

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا قُرَّةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ سِيرِينَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ وَعَنْ رَجُلٍ آخَرَ هُوَ أَفْضَلُ فِي نَفْسِي مِنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ أَلَا تَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ فَقَالَ أَلَيْسَ بِيَوْمِ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا أَلَيْسَتْ بِالْبَلْدَةِ الْحَرَامِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَبْشَارَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلِّغٍ يُبَلِّغُهُ لِمَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ فَكَانَ كَذَلِكَ قَالَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ حُرِّقَ ابْنُ الْحَضْرَمِيِّ حِينَ حَرَّقَهُ جَارِيَةُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ أَشْرِفُوا عَلَى أَبِي بَكْرَةَ فَقَالُوا هَذَا أَبُو بَكْرَةَ يَرَاكَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَحَدَّثَتْنِي أُمِّي عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ قَالَ لَوْ دَخَلُوا عَلَيَّ مَا بَهَشْتُ بِقَصَبَةٍ

(BUKHARI – 6551) : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya telah menceritakan kepada kami Qurrah bin Khalid telah menceritakan kepada kami Ibnu Sirin dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari Abu Bakrah dan dari seorang lainnya yang dia lebih utama menurutku daripada Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari Abu bakrah, Bahwasanya Rasulullah   berpidato di hadapan sahabat dan bertanya: “Tahukah kalian hari apa ini?” ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu’ Jawab mereka. Kata Abu Bakrah; Hingga kami ketika itu menyangka bahwa Nabi menamakannya dengan nama lain. Kemudian Nabi bertutur: “Bukankah sekarang hari nahar (korban)?” Kami menjawab; ‘betul Ya Rasulullah!.’ Rasulullah bertanya: “Negeri manakah ini, bukankah negeri haram?” ‘Benar ya Rasulullah’ Jawab kami. Rasulullah   bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, dan kulit kalian adalah haram sebagaimana kehormatan hari kalian ini, dalam bulan kalian ini, dan negeri kalian ini, bukankah telah kusampaikan?” ‘Betul’ Jawab kami. Nabi melanjutkan: “Ya Allah, saksikanlah, hendaklah yang hadir menyampaikan berita ini kepada yang tidak hadir, berapa banyak orang yang menyampaikan berita kepada orang yang lebih paham.” Selanjutnya beliau sampaikan pula sabdanya: “Janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalku, sebagian kalian memenggal leher sebagian lainnya.” Dan dikala Ibnul khadrami dibakar oleh seorang hamba sahaya Ibnu Qudamah, mAbdurrahma mengatakan; ‘Tolong kalian lihat Abu bakrah dari tempat yang tinggi! ‘ lantas mereka mengatakan ‘Ini Abu Bakrah melihatmu hai hamba sahaya! ‘ Abdurrahman berkata; ‘ibuku menceritakan kepadaku dari Abu Bakrah, bahwasanya ia mengatakan; ‘Kalaulah mereka menemuiku, aku pun tidak akan menohok mereka dengan tongkatku ini.’

Hadits tersebut menegaskan tentang kehormatan, tentang Muruah,  hak seorang muslim, tentang darah seorang muslim, tentang harta seorang muslim, dan tanah suci Mekkah yang haram di nodai, dirusak dan dihancurkan.

Pesan inti hadits tersebut :
" MAKA SESUNGGUHNYA DARAHMU DAN HARTAMU HARAM DIGANGGU SEBAGAIMANA HARAMNYA KAMU MENGGANGGU SAUDARAMU PADA HARI INI ( AROFAH ), PADA BULAN INI ( DZULHIJAH ) DAN DI NEGRI INI ( MAKKAH ), SAMPAI ENGKAU MENJUMPAI ROBBMU.

Fitnah adalah salah satu jenis  perilaku yang  mengganggu dan merusak kehormatan, harga diri, dan  muruah.    Penyebar bukan hanya dari orang kafir saja, namun juga sesama muslim. dan yang kedua inilah yang justru berbahaya, sebab akan memunculkan perpecahan dan friksi di kalangan, bahkan mereka memakai topeng dalil dan logika untuk memperkuat argumen fitnahnya.

Resiko penyebar fitnah adalah sebagai berikut :

1. Memikul dosa yang besar Allah Ta'ala berfirman :

" Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."
QS. al-Ahzab : 58

2. Menghapus Amal Baik

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda :

" Barang siapa yang dirinya merasa mendzalimi saudaranya, hendaklah dia membebaskannya, karena tidaklah  dia memiliki satu dinar dan satu dirham berupa kebaikan melainkan akan diambil oleh saudaranya, maka jika ia tidak memiliki kebaikan, akan diambilkan dosa saudaranya lalu dilemparkan kepada dirinya."
HR. Bukhari : 2269.

3. Dicatat sebagai pendusta sejati

  Allah Ta'ala berfirman :

" Sesungguhnya yang meng ada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta."
QS. an-Nahl : 105.

4. Lebih berat dosanya daripada pemakan riba

Rasulullah SAW bersabda :

" Sesungguhnya paling beratnya dosa riba orang yang selalu melecehkan kehormatan orang muslim tanpa dalil yang benar."
HR. Abu Dawud : 14/163

Sebuah kisah ilustratif tetang akibat fitnah adalah seperti kisah Bulu Kemoceng/Kebus/ Sula/Pembersih Debu yang di hamburkan sepanjang jalan. Berikut kisah nya

"Apakah di rumahmu ada kemoceng?" Tanya seorang Ustadz pada seorang pemuda.

"Ada, ya Ustadz," jawab pemuda itu.

"Pulanglah. Besok kemarilah lagi dan bawa kemoceng itu. Kau harus berjalan kaki. Dalam perjalananmu, cabutilah bulu-bulu kemoceng itu, lalu buanglah di sepanjang perjalananmu kemari, satu helai demi satu helai."

"Baik Ustadz." Pemuda itu pun pulang. Dan keesokan harinya, dia pun kembali lagi menemui Ustadz tersebut. "Wahai ustadz, aku sudah mengikuti semua yang engkau perintahkan kemarin. Aku ke sini berjalan kaki. Dan semua bulu kemoceng ini sudah dicabuti dan dibuang seperti perintahmu."

"Bagus. Sekarang pulanglah. Tapi, dalam perjalanan pulang, kumpulkan kembali semua bulu-bulu kemoceng yang kau buang tadi. Besok kembalilah lagi."
.
"Baik Ustadz". Dia sungguh tidak mengerti, apa maksud Ustadz ini memerintahkan ini dan itu. Ada beberapa pertanyaan muncul. Namun pertanyaan terbesar adalah, apa pelajaran yang sedang diajarkan oleh Ustadz itu kepadanya. Dia pun pulang. Dalam perjalanan pulang, dia mulai melaksanakan perintah Ustadz itu: mengumpulkan kembali bulu-bulu kemoceng yang dibuangnya. Sungguh bukan pekerjaan ringan. Karena bulu mudah tertiup angin. Terbang dan berpindah ke sana kemari, tanpa dia tahu ke mana arah yang dituju. Di mana tempat yang disinggahi. Usaha untuk mencari sudah sangat maksimal. Dia pun menghitung, waktu yang dibutuhkan untuk pulang ternyata jauh lebih lama daripada waktu untuk berangkat. Dia pun pulang dengan perasaan sedih, lelah, dan penuh tanda tanya. Sampai akhirnya, esok menjelang. Dia harus kembali menemui sang Ustadz.

"Bagaimana, sudah terkumpul semua?"

"Tidak Ustadz. Dari sekitar 500 helai yang saya buang saat berangkat, ternyata hanya ada 5 helai yang bisa saya kumpulkan kembali." *****

Perumpamaan pada ilustrasi diatas adalah fitnah itu bagaikan bulu kemoceng. Satu fitnah disebar, seperti membuang satu helai bulu kemoceng. Kemudian terbawa angin, terbang tak tentu arah, menuju ke tempat yang tidak kita tahu. Hinggap dari satu tempat, kemudian terbang ke tempat lain dengan membawa berita yang sama: FITNAH. Kita tidak tahu bagaimana cara meluruskannya. Karena kita juga tidak tahu sudah sampai mana dan ke mana menyebarnya. Menyesal sudah tidak ada guna, walau yang difitnah sudah memaafkan.

Tapi fitnah sudah menjadi fakta pergunjingan, yang sebarannya eksponensial. Ditambah bumbu dengki, maka tak ayal fitnah mudah disebar. Apalagi ditambah juga dengan bumbu kepentingan, maka fitnah sering dijadikan senjata. Pada intinya sama, kita tidak tahu bagaimana meluruskannya.

Allah sendiri menyebut fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Tapi, kisah diatas mungkin bisa menjadi ilustrasi. Ketika kita memfitnah seseorang dengan menyebarkan kabar tidak benar tentangnya ke satu atau dua orang. Awalnya satu, dua, lalu menjadi empat, delapan, enambelas orang dan seterusnya. Maka pada saat itu kita sedang membunuhnya secara perlahan dan sadis. Menganggapnya ada padahal tidak ada. Membuatnya menanggung dosa yang tidak dilakukannya. Sampai akhirnya dia berpikir untuk tidak ingin hidup lagi. Semua mata memandangnya seperti seorang penjahat yang layak dibunuh. Sadis dan kejam. Tanpa kita sadar, terkadang kita juga berperan seperti 'penerbang' bulu kemoceng. Yang membuat situasi menjadi kian parah. Kita menyebarluaskan fitnah. Dengan mudahnya jari jemari ini menekan tombol LIKE, COMMENT, atau SHARE dari sebuah tautan yang tidak kita ketahui kebenaran informasinya, kevalidan datanya, atau keshahihan sumber/sanadnya. Kita juga terlalu mudah mempercayai berita, di media sosial utamanya. Walau belum yakin kebenarannya, tapi karena sesuai dengan pandangan berpikir dan standar kita tentang baik dan buruk, benar dan salah, tetap saja kita menyebarluaskannya. Terlalu banyak tautan yang masih diragukan kebenaran atau kebaikannya, atas dasar kesesuaian selera, runtuhlah logika berpikir kita. *****

Semoga kita semakin cerdas dan berhati-hati dalam menerima atau bahkan menulis/menyampaikan berita. Khawatir menjadi fitnah atau menyebarkan fitnah yang sudah ada sebelumnya. Semoga kita menjadi lebih bijak dalam menerima informasi atau menyebarkan informasi karena akan ada orang lain yang akan 'mati' bukan karena dibunuh melainkan terpaksa menahan beban yang tidak seharusnya dia tanggung.

Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَآءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَـنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَاۤ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
wallaziina jaaa`uu mim ba'dihim yaquuluuna robbanaghfir lanaa wa li`ikhwaaninallaziina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj'al fii quluubinaa ghillal lillaziina aamanuu robbanaaa innaka ro`uufur rohiim

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Hasyr : Ayat 10)

0 comments:

Posting Komentar