300x250 AD TOP

Minggu, 10 Februari 2019

Tagged under:

Hadits Palsu

ONE DAY ONE HADITS

Ahad,  10 Februari  2019 M / 6 Jumadil Akhir 1440 H .

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح، ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون

“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari hari sebelumnya, maka ia telah beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi, dan barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”

Kandungan hadits

1. Derajat hadts tersebut maudhuu’ (palsu), ada menyatakan dha’if

رقم الحديث: 457
(حديث مرفوع) حَدِيثُ : " مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُونٌ " ، لَا يُعْرَفُ إِلَّا فِي مَنَامٍ لِعَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رَوَّادٍ ، قَالَ : أَوْصَانِي بِهِ فِي الرُّؤْيَا بِزِيَادَةٍ فِي آخِرِهِ ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَلَعَلَّ الزِّيَادَةَ " وَمَنْ لَمْ يَكُنْ فِي زِيَادَةٍ فَهُوَ فِي نُقْصَانٍ " وَلِلَّهِ دَرُّ الْبُسْتِيِّ : زِيَادَةُ الْمَرْءِ فِي دُنْيَاهُ نُقْصَانُ وَرِبْحُهُ غَيْرَ مَحْضِ الْخَيْرِ خُسْرَانُ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى : وَالْعَصْرِ { 1 } إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ { 2 } إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ سورة العصر آية 1-3 .

“Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari hari sebelumnya maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”

Asal usul hadit ini tidak diketahui kecuali dalam mimpinya ‘Abd ‘aziz Bin Abi rawaad, dia berkata “Nabi berwasiat kepadaku dalam sebuah mimpi, dengan disebutkan kata tambahan diakhirnya”.

(HR al-baehaqy)

2. kemungkinan isi tambahannya adalah “Barangsiapa tidak terdapat tambahan diharinya maka ia dalam kekurangan.

3. Matan (isi hadis) tidak ada masalah, bahkan bagus, tetapi menyandarkan (mensematkan) redaksi hadis tersebut  sebagai sabda Nabi saw, itu yang tidak benar, karena perkataan Nabi saw itu adalah agama, sementara perkataan (atau kata mutiara) sebagus apapun dia tetap bukan agama.

4. Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair  (dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang bila tidak bertobat dan terus menerus dilakukan dikategorikan dosa besar.

Beberapa dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.”

(HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ  بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.”

(HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir)

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).”

(HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39)

Setelah membawakan hadits tersebut Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).

0 comments:

Posting Komentar