300x250 AD TOP

Senin, 07 Oktober 2019

Tagged under:

Doa Mohon Negeri Aman dan Berlimpah Rezeki

ONE DAY ONE DOA
Ahad,  6  Oktober 2019 M / 6  Shafar 1441 H

Oleh : Dr. Ajang Kusmana
(Tinggal di Kabupaten Malang Jawa Timur)


رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

RABBIJ'AL HAADZAA BALADAN AAMINAN WARZUQ AHLAHU MINA TSTSAMARAATI MAN AAMANA MINHUM BILAAHI WALYAWMI L-AAKHIRI QAALA WAMAN KAFARA FAUMATTI'UHU QALIILAN TSUMMA ADTHARRUHU ILAA 'ADZAABI NNAARI WABI'SA LMASHIIR

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.

(Q.S. Al Baqarah: 126)

Doa tersebut adalah doa Nabi Ibrahim agar kota Mekah dijadikan negeri yang aman. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita untuk mencintai negeri sendiri. Dengan menciptakan keamanan dalam negara maka itu akan mendatangkan ketenangan bagi semua penghuninya. Doa Nabi Ibrahim AS dikabulkan Allah sehingga negeri Mekah dijadikan sebagai suatu negeri yang suci, darah manusia tidak boleh ditumpahkan, seorang pun tidak boleh dianiaya, tidak boleh pula diburu binatang buruannya dan dicabut rumputnya.  Penduduknya agar di anugerahi rezeki berupa buah-buahan dan ini sejak dahulu sudah menjadi kenyataan dengan diangkutnya berbagai macam buah-buahan dari negeri Syam melalui orang-orang yang hendak tawaf sekalipun tanahnya merupakan suatu tempat yang tandus tanpa air dan tumbuh-tumbuhan.

Memiliki negeri yang sejahtera dan aman adalah impian semua orang. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita untuk mencintai negeri sendiri. Dengan menciptakan keamanan dalam negara maka itu akan mendatangkan ketenangan bagi semua penghuninya.

Dalam sejarahnya, Nabi Ibrahim pernah beberapa kali pindah tempat tinggal. Mulai dari Babilonia pindah ke Suriah, pindah lagi ke Palestina. Lalu, Nabi Ibrahim pindah ke Makkah. Di sana, Nabi Ibrahim merasakan kebahagiaan dan mendapatkan berbagai nikmat yang tidak didapatkan di tempat lainnya. Tidak heran, jika Nabi Ibrahim sangat mencintai Makkah.

Rasa cinta itu beliau buktikan dengan selalu berdoa untuk Makkah. Ia memohon agar negerinya menjadi negeri yang aman, penduduknya hidup makmur, dan dipenuhi oleh orang-orang yang beriman. Makanya, Makkah sering disebut dengan tanah/wilayah haram. Yakni wilayah yang dimuliakan Allah dan diharamkan segala macam bentuk kerusakan.

Hikmah kisah di atas, mendorong kita mencintai negeri kelahiran dengan sepenuh jiwa dan raga. Rasa cinta tanah air itu harus dipupuk sejak dini. Agar setiap generasi merasa cinta terhadap tanah airnya sendiri. Berdoa untuk tanah air itu juga sebagai bentuk cinta tanah air. Doa itu mudah dilakukan tapi mendatangkan keberkahan untuk banyak orang.

Sebagai bangsa Indonesia, sebagai warga negara yang baik, sudah selayaknya bersyukur atas anugerah Allah SWT yang telah menitipkan tanah surge berupa Indonesia, tidak akan ditemukan di belahan dunia barat maupun timur tengah jengkal tanah sesubur Indonesia, sungai mengalir dimana-mana, lautan menyediakan berbagai macam kebutuhan, musimnya yang bersahabat, dan seterusnya. Sepertinya Allah SWT menciptakan Indonesia sambal tersenyum. Oleh karena itu, Indonesia adalah negara ahdi wa syahadah. 
Darul ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus nasional. Negara kita berdiri dan ada karena dibangun diatas seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan negara kesatuan Indonesia.

Darul syahada artinya negara tempat kita mengisi kemerdekaan. Jadi setelah kita punya Indonesia yang merdeka, maka seluruh elemen bangsa harus mengisi, berkiprah, bekerja untuk kemakmuran bangsa yang berkeadailan sosial dengan azas ikhlas. Umat Islam sebagai kekuatan mayoritas diharapkan mampu mengisi dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasar Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai negeri dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat dan berdaulat sejalan dengan cita-cita Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. (negara yang sejahtera dunia akhirat atas ridla Allah Subhanahu wata’ala).
Usaha-usaha menanamkan kecintaan terhadap bangsa dan negaranya sendiri tidak cukup sebatas di retorika dan symbol belaka. Kecintaan sebagaimana dimaksudkan itu harus dimiliki oleh semua warga negara, ditanamkan dalam hati dan jiwa. Atas dasar kecintaan itu, maka mereka akan bersedia membela, memperjuangkan, dan juga berkorban untuk bangsanya sendiri, tentunya sebagai muslim yang baik semua didasarkan atas niatan ibadah. Tanpa kecintaan yang mendalam, maka sebagai warga negara tidak akan merasa memiliki terhadap negaranya sendiri. Akhirnya, yang tampak adalah sikap acuh,  dan bahkan tidak merasa menjadi bagian dari bangsa dan negaranya sendiri.
Tatkala sebagai warga negara menyatakan kecintaannya terhadap bangsa dan tanah airnya, maka mereka yang berada di Aceh, atau kebetulan beretnik Aceh, mereka adalah sebagai bagian dari bangsa Indonesia, seharusnya mampu menunjukkan kecintaannya pada suku-suku lainnya, mulai suku Aceh sendiri hingga suku di Papua, sepenuhnya. Begitu pula sebaliknya, etnik Papua harus mampu mencintai berbagai suku yang ada di Indonesia, mulai dari etnik Papua sendiri hingga mereka yang menjadi suku Minang, Bugis, Papua, dan semua suku lainnya yang menjadi bagian dari  keluarga besar, Bangsa Indonesia.

Selain dalil dari doa Nabi Ibrahim AS tersebut. Ayat lain yang  bicara tentang cinta tanah air adalah surat Al-Qashash ayat 85:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: “Sesungguhnya Alloh yang mewajibkan atas kamu melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu kepada tempat kembali.”
(QS. Al Qashash: 85)

Kata “معاد” ditafsirkan dengan kota Makkah. Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:

وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ……. قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.

Artinya: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) ada suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)

Hadis berikut menjadi wajhun dilalah terhadap keutamaan kota Madinah dan dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ……. وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ .

“Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi Muhamad SAW saat kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah lalu beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau SAW pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

0 comments:

Posting Komentar